Yaya Purnomo

Kastara.id, Jakarta – Pegawai Kementerian Keuangan berinisial YP yang ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap akhirnya diberhentikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hal itu disampaikan Menkeu dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (7/5).

“Dengan adanya penangkapan, sudah terpenuhi syarat untuk diberhentikan. Jadi kami melakukan pemberhentian,” kata Sri Mulyani.

Lebih lanjut Menkeu mengatakan, Inspektorat Jenderal Kemenkeu akan menjalin koordinasi dengan KPK terkait pengembangan kasus korupsi tersebut.

Di tempat yang sama, Sekjen Kemenkeu Hadiyanto mengatakan masih menunggu surat penahanan dari KPK terkait kasus tersangka YP. “Terkait pemberhentian, kami sedang menunggu surat penahanan dari KPK sebagai surat formal untuk melakukan tindakan administratif,” ujarnya.

Seperti diketahui, KPK telah menahan empat tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap pembahasan Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada Rancangan APBN-Perubahan 2018.

Mereka adalah anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono, pihak swasta sekaligus perantara Eka Kamaluddin, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, dan pemberi suap Ahmad Ghiast. KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada keempatnya pada Jumat (4/5) malam di Jakarta dan Bekasi.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo mengatakan, pihaknya telah membebaskan sementara YP sebagai PNS. “Kami menyampaikan SK pemberhentian sementara mengenai pembebastugasan yang bersangkutan dari jabatannya,” ungkap Budiarso.

Lanjut Boediarso, pihaknya tengah melakukan langkah-langkah pembersihan internal terhadap siapa pun juga yang terindikasi, terutama terkait dengan praktik-praktik gratifikasi, percaloan, suap, ataupun KKN.

“Kami juga sedang melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap proses penganggaran, transfer daerah, dan dana desa baik yang berbasis pada formula maupun usulan daerah,” tambah Budiarso.

Evaluasi tersebut, tambahnya, dilakukan untuk mengetahui kelemahan pada tata kelola dan mengambil langkah perbaikan untuk menutup celah yang bisa digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. (mar)