Kastara.ID, Jakarta – Karel Karsten Himawan, S.Psi., M.Psi., Ph.D., telah menjadi dosen di UPH sejak tahun 2013 dan saat ini juga menjabat sebagai Ketua Program Studi (Kaprodi) Psikologi Universitas Pelita Harapan (UPH). Karel mengajar mata kuliah Psikologi Sosial, Kode Etik Psikologi, dan Psikologi Abnormal. Bidang minatnya meliputi isu-isu terkait individu tidak menikah (lajang), hubungan romantis, isu dan peran gender, spiritualitas dan religiusitas, serta kesejahteraan. Menjadi dosen adalah cita-citanya sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).

Karel memiliki gelar Sarjana Psikologi dari UPH, Magister Psikologi Klinis Dewasa dari Universitas Tarumanagara, dan Doktor di bidang Psikologi Sosial-Klinis dari The University of Queensland, Australia. Dia juga memiliki lisensi sebagai psikolog klinis dan graphology. Selama mengenyam pendidikan, Karel telah meraih sejumlah prestasi, termasuk lulusan terbaik S1 Psikologi UPH 2011; lulusan terbaik pascasarjana Psikologi Universitas Tarumanegara 2014; beasiswa program Doktor dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 2016; Best Speaker Presentation The 2nd ISAQUT Colloquium, Brisbane, Australia 2017; penghargaan Sarlito W Santoso, Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara 2018; dan Emerging Scholar Awards, Common Ground, San Fransisco, Amerika Serikat 2019.

Selain menjadi dosen, Karel juga berpraktik di layanan psikologi yang dikelolanya, yaitu Experiencing Life Foundation dan sebuah layanan konseling atau biro psikologi di UPH yang juga terbuka untuk umum, yakni Cornerstone Psychological Centre.

“Sejak awal saya sudah menargetkan untuk menjadi akademisi di bidang psikologi, namun pada saat yang sama, saya juga ingin menjadi seorang psikolog klinis,” kata Karel.

Alumni UPH angkatan 2007 ini mengatakan bahwa dirinya tertarik dengan psikologi karena ia tidak ingin hanya mempelajari sesuatu yang dihasilkan oleh manusia, seperti teknologi informasi yang mempelajari teknologi, maupun ekonomi yang mempelajari teori-teori pembukuan. Sementara psikologi, bagi Karel mempunyai natur yang unik, yaitu mempelajari ‘Si Pembuat Ilmu’.

“Saya tertarik untuk belajar lebih dalam sejauh mana atau seberapa banyak manusia itu merenungkan terhadap keputusan yang sangat penting di hidupnya dan bagaimana itu berimplikasi terhadap kehidupannya kelak,’’ papar Karel.

Ketertarikannya terhadap dunia psikologi ini ia buktikan dengan menjadi seorang dosen, secara khusus ia memilih UPH. Hal ini karena sebagai lulusan sekaligus dosen di Psikologi UPH, Karel menilai Fakultas Psikologi UPH memiliki kelebihan; yaitu berani melihat manusia bukan hanya dalam konteks belajar. Di Psikologi UPH, mahasiswa dididik untuk mampu melihat dan memahami natur manusia dalam relasinya dengan pencipta.

Baginya, menjadi seorang dosen di Psikologi UPH merupakan sebuah kehormatan dan kesempatan untuk bertukar ilmu, baik melalui kegiatan riset maupun praktik. Ia berharap kontribusinya di bidang ini dapat berdampak pada perkembangan dunia psikologi di Indonesia.

“Dalam konteks yang lebih kecil, saya berharap dapat menjadi seorang penolong sesuai kapasitas saya di ruang praktik,” tambah Karel.

Untuk berkarier di bidang psikologi, Karel juga berpesan agar jangan memiliki motivasi untuk mencari uang semata, melainkan passion dan keinginan untuk menolong klien. Seorang psikolog harus mau memasuki kehidupan klien, merasakan apa yang dialami, dan menjadi teman bagi mereka.

“Dalam perjalanan hidup saya, momen paling berharga adalah ketika saya bisa menjalani profesi sebagai sikolog dan dapat melihat klien saya menjalani proses ketika berada di dalam ruang praktik, mencoba memahami klien, hingga klien saya mendapatkan insight terkait apa yang harus dilakukan untuk hidupnya,” jelas Karel.

Lebih lanjut, Karel juga menjelaskan bahwa dunia Psikologi terus berkembang. Namun, dalam praktiknya masih ada tantangan yang harus dihadapi, salah satunya yaitu sistem izin praktik di Indonesia yang belum stabil. Kendati begitu, kondisi tersebut dinilai Karel merupakan bagian dari perjalanan Indonesia untuk menjadi lebih baik. Tantangan lainnya berasal dari literasi klien yang masih minim terhadap kesehatan mental. Dia mencontohkan, banyak klien yang datang ke psikolog dengan harapan masalahnya akan selesai, diceramahi, hingga tak perlu membayar karena tidak mendapatkan obat-obatan saat menjalani sesi konseling.

Untuk menghadapi sejumlah tantangan tersebut, Karel bersama koleganya di beberapa asosiasi psikolog sedang menyiapkan program untuk memungkinkan pemerintah menetapkan aturan agar seorang sarjana psikologi dapat berpraktik dan memiliki izin sebagai psikolog tanpa harus menempuh pendidikan S2. Selain itu, dalam bidang pendidikan, khususnya di UPH, Karel berusaha untu mendekatkan aktivitas diskusi di kelas dengan realita yang terjadi di lapangan.

“Kami berinovasi dengan mendekatkan program-program institusi yang memiliki izin untuk memberikan sertifikasi, sehingga dapat menjadi bagian dari mata kuliah pilihan di UPH. Sehingga mahasiswa yang mengambil mata kuliah pilihan tersebut dapat mengikuti sertifikasi tersebut,” ungkap Karel.

Ia pun menekankan bahwa dalam menjalankan profesinya, ia selalu memegang prinsip rendah hati.

‘’Seorang Psikolog harus mampu menempatkan diri setara dengan klien, memiliki kerendahan hati, dan bersedia berada di level yang sama dengan kliennya. Hal ini penting untuk memahami keadaan klien kita,” tuturnya.

Lebih lanjut, Karel ingin pendidikan psikologi di Indonesia dapat berinovasi karena masih ada beberapa institusi pendidikan mengajarkan ilmu tersebut menggunakan teori yang sudah ketinggalan zaman. Sebagai contoh, Indonesia masih menggunakan alat tes IQ versi Wechsler edisi 1 yang dikembangkan pada tahun 1970-1980, sedangkan di luar negeri sudah menggunakan Wechsler versi 4 atau 5. Karena itu, ia menganggap gaya pengajaran yang dilakukan masih sebatas meneruskan apa yang diajarkan oleh dosen sebelumnya. Melalui perannya sebagai dosen dan tergabung dalam sejumlah asosiasi psikolog, Karel berharap dapat menggagas perubahan.

“Jika yang diajarkan hanya itu saja, akhirnya Indonesia akan tertinggal. Saya berharap psikologi di Indonesia dapat mencapai kualitas yang setara dengan negara-negara di level internasional,” kata Karel.

Program Studi Psikologi UPH berkomitmen menghasilkan lulusan yang memahami tentang pemikiran dan perilaku manusia, serta mengembangkan keterampilan untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip psikologi dengan tujuan meningkatkan kualitas kehidupan individu dan masyarakat. Lulusan Psikologi UPH dilengkapi dengan ilmu psikologi yang dieksplorasi dari berbagai cabang dan peminatan, seperti psikologi klinis, psikologi kognitif, pernikahan dan keluarga, psikologi sosial, psikologi industri dan organisasi, dan perspektif lintas budaya. (mar)