2019 World Economic Forum Annual Meeting

Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus melakukan berbagai pelatihan dan pembinaan untuk mendorong penumbuhan wirausaha industri baru di lingkungan pondok pesantren melalui program Santripreneur. Upaya pemberdayaan para santri tersebut, diyakini mampu meningkatkan produktivitas masyarakat sehingga turut memacu perekonomian nasional.

“Dengan program Santripreneur ini, kami akan mendorong para santri, khususnya generasi milenial untuk bisa berindustri dan berkreasi dengan berbagai program pelatihan yang mereka dapatkan,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumat (8/2). Langkah strategis ini sejalan dengan implementasi Making Indonesia 4.0 dan mengambil momentum dari bonus demografi.

Kemenperin mencatat, sepanjang tahun 2018, program Santripreneur telah menjangkau 16 ponpes dan membina 3.220 santri. Ke-16 ponpes itu, meliputi tujuh ponpes di wilayah Jawa Barat, lima ponpes di Jawa Timur, tiga ponpes di Jawa Tengah, dan satu ponpes di Yogyakarta.

Adapun program pembinaan dan pelatihannya, antara lain mengenai industri daur ulang sampah, konveksi busana muslim, makanan dan minuman olahan, kerajinan, perbengkelan, pupuk organik cair, dan pendampingan sertifikasi SNI garam beryodium. Kegiatan tersebut dirancang karena sudah ada komunitas dan keahlian yang cukup di sejumlah ponpes.

“Kalau bicara pesantren, kami juga mendorong ekosistemnya. Salah satunya di pesantren Jawa Barat, untuk membuat roti. Kemudian roti itu dikonsumsi oleh santri-santri di sana. Selain itu, produksi air minum dalam kemasan, yang nantinya dikonsumsi juga oleh para santri. Bahkan belajar tentang daur ulang sampah agar bisa menjadi bahan bakar untuk memasak,” jelas Airlangga.

Kemenperin pun pernah menjalankan pilot project Santripreneur, yakni berupa program bimbingan teknis pengolahan ikan, pembuatan alas kaki, dan pelatihan pembuatan lampu Light Emitting Diode (LED). “Santripreneur bertujuan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) bertalenta di lingkungan pesantren, sehingga menjadi bekal para santi untuk belajar mandiri dan berwirausaha sebelum terjun ke masyarakat,” imbuhnya.

Di samping itu, guna menyukseskan program Santripreneur, Kemenperin telah menggandeng Bank Indonesia (BI) dalam memfasilitasi inkubator bisnis syariah mengenai keuangan mikro syariah dan nonkeuangan seperti agrobisnis serta perdagangan dan jasa. Inkubator bisnis syariah bertujuan untuk mendorong pengembangan ekonomi syariah melalui pemberdayaan ekonomi pesantren.

Beberapa program pelatihan yang diberikan, antara lain tentang motivasi usaha dan penyusunan bisnis plan, pelatihan Rapid Rural Appraisal (RRA), penyusunan Feasibility Study (FS), pelatihan strategi marketing, serta pelatihan hukum bisnis, fiqih mualah dan akad perbankan syariah. “Pondok pesantren ikut berperan dalam mewujudkan kemandirian industri nasional,” tegas Airlangga.

Oleh karena itu, program Santripreneur ditargetkan menjadi salah satu wadah untuk menjembatani santri-santri yang memiliki jiwa wirausaha agar lebih inovatif dan berdaya saing. Dalam hal ini, pemerintah mendorong para santri untuk memacu kemampuannya dalam berwirausaha terutama melalui peningkatan etos kerja, kreativitas dan inovasi, produktivitas, kemampuan membuat keputusan dan mengambil risiko, serta kerja sama yang saling menguntungkan dengan menerapkan etika bisnis.

Tumbuhnya wirausaha industri baru juga dinilai akan memacu ketahanan ekonomi nasional semakin kuat. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden, karena dapat membawa efek berantai terhadap perekonomian seperti peningkatan pada penyerapan tenaga kerja. “Maka itu, kunci utama untuk jadi entrepreneur sukses ada dua, yaitu pintar dan perbanyak pertemanan,” ungkap Menperin. (mar)