Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Kastara.ID, Jakarta – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengingatkan kandidat bakal calon kepala daerah yang merupakan pejawat, agar tidak memanfaatkan penanganan Covid-19 untuk Pilkada 2020.

Menurut anggota DKPP, Alfitra Salam, pihaknya telah mencatat sebanyak 220 pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Indonesia diikuti oleh para pejawat.

Menurutnya, termasuk di Sumatra Barat (Sumbar) terdapat 13 kabupaten dan kota yang melaksanakan pemilihan bupati dan gubernur merupakan pejawat.

“Problem saat pilkada selama masa pandemi ini, ada satu institusi yang namanya yaitu gugus tugas. Gugus tugas dikomandoi oleh kepala daerah. Kami khawatirkan, jangan sampai kepala daerah pejawat mengunakan kebijakan Covid-19 dalam pilkada,” kata Alfitra dalam keterangannya, Sabtu (8/8).

Alfitra melihat situasi di pasa pandemi tak menutup kemungkinan pejawat memanfaatkan peluang melakukan kampanye terselubung dalam pengelolaan bantuan sosial (bansos) untuk tujuan mendongkrak elektabilitas. Ia mengkhawatirkan hal seperti itu terjadi di Sumbar.

Karena ada kemungkinan bantuan sosial yang harusnya diperuntukkan saat pandemi justru nanti dikeluarkan saat sudah masa kampanye. Alfitra menambahkan, memang situasi pandemi ini akan semakin membuka peluang melakukan politik uang dalam pesta demokrasi.

Karena ada begitu banyak warga yang terdampak secara ekonomi lantaran mata pencaharian terganggu sampai sudah banyak yang terkena PHK.

DKPP juga mengingatkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) supaya konsisten melakukan pengawasan terhadap kadidat peserta Pilkada. Terutama mengawasi para kandidat pejawat.

“Pejawat peluang juga besar seperti memanfaatkan ASN. Keterlibatan dalam kampanye memanfaatkan ASN cukup besar,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan kepala daerah agar tak mempolitisasi bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19. Tito menegaskan, tidak boleh ada bansos yang disertai identitas kepala daerah, seperti foto atau nama.

“Bantuan sosial tetap dilaksanakan oleh pemda tapi tidak menggunakan identitas diri, nama, foto, dan lain-lain. Jadi misalnya bansos dari pemerintah kabupaten A, bukan nama bupatinya atau gambarnya,” katanya.

Tito mengatakan, meski dugaan penyalahgunaan bansos Covid-19 telah terjadi di beberapa daerah, namun penyaluran bansos tak boleh berhenti. Sebab bansos menjadi satu hal terpenting dalam penanganan pandemi Covid-19.

“Kalau kita setop bansos, enggak boleh ya, ini ada Covid, ada orang terdampak, perlu dibantu,” ujarnya. (ant)