Kelapa Sawit

Kastara.ID, Brussels – Misi Bersama Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (CPOPC) tengah berada di Brussels, Belgia, 8-9 April 2019. Misi ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan Pertemuan Tingkat Menteri CPOPC ke-6 yang telah diselenggarakan pada 28 Februari 2019 di Jakarta, Indonesia, untuk secara tegas menentang Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the European Union Renewable Energy Directive II (Delegated Act) dan membuka dialog dengan para pemimpin UE untuk mengungkapkan keprihatinan negara-negara anggota CPOPC.

Pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk bersama-sama membahas langkah-langkah diskriminatif otoritas UE yang timbul akibat Delegated Act.

Negara Anggota CPOPC menganggap Delegated Act sebagai kompromi politik UE untuk mengisolasi dan menyingkirkan minyak sawit dari sektor energi terbarukan mandatnya untuk menguntungkan minyak rapa produksi UE dan minyak nabati terbarukan lain yang kurang kompetitif. Dalam pandangan kami, usulan Delegated Act ini dimaksudkan untuk membatasi dan secara efektif melarang penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar hayati di UE dengan berdasar pada konsep penggunaan lahan secara tidak langsung (Indirect Land Use Change/ILUC) yang cacat ilmiah.

Delegated Act menggunakan kriteria tak berdasar yang di satu sisi sengaja berfokus pada minyak sawit dan deforestasi, sementara di sisi lain tidak berupaya mempertimbangkan masalah lingkungan lebih luas yang terkait dengan budidaya minyak nabati lainnya, termasuk minyak rapa.

Selain itu, Delegated Act dalam pandangan CPOPC merupakan sebuah instrumen unilateral yang menarget produsen minyak sawit, sehingga dengan demikian menghalangi pencapaian target pengentasan kemiskinan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) PBB lainnya.

CPOPC sangat menentang Delegated Act yang mengategorikan minyak sawit tidak berkelanjutan karena berisiko tinggi untuk menggunakan lahan secara tidak langsung. CPOPC berpendapat bahwa UE menggunakan Delegated Act ini untuk menyingkirkan minyak sawit dan memberlakukan larangan impor minyak sawit ke dalam sektor energi terbarukan mandatnya untuk mempromosikan minyak nabati produksi UE.

CPOPC juga telah secara tegas menyuarakan keprihatinan bahwa asumsi-asumsi itu dibuat berdasarkan kriteria yang tak akurat dan diskriminatif secara ilmiah.

Klaim yang dibuat oleh Komisi Eropa bahwa Delegated Act didasari alasan ilmiah dan lingkungan tidaklah tepat. Minyak kedelai, contohnya, dikategorikan berisiko rendah meskipun penelitian internal UE sendiri telah membuktikan bahwa minyak kedelai bertanggung jawab atas jauh lebih banyak “deforestasi impor”.

Hal ini menjadikan keseluruhan Delegated Act sebagai bahan pertanyaan, dan terdapat kemungkinan bahwa Delegated Actberdasar lebih pada proteksionisme politik dan ekonomi daripada sains. CPOPC menganggap ini sebagai strategi ekonomi dan politik yang berencana dan merugikan untuk menyingkirkan minyak kelapa sawit dari pasar UE.

Misi ini dipimpin bersama oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Darmin Nasution. Sementara Malaysia diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Industri Utama Malaysia Dato’ Dr. Tan Yew Chong. Kolombia, sebagai pengamat, diwakili oleh Felipe Garcia Echeverri, Duta Besar Kolombia untuk Belgia dan Kepala Misi Kolombia untuk Uni Eropa. (mar)