KPK

Kastara.ID, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MUI menilai ada yang salah dengan pemahaman keagamaan dan kebangsaan pihak pelaksana tes tersebut.

Hal itu menurut MUI terlihat dari adanya beberapa pertanyaan yang dirasa janggal, seperti ‘islamnya Islam Apa’, ‘Sholat Subuh pakai Doa Qunut apa tidak.’ Bahkan pegawai wanita ditanya ‘apakah bersedia melepas jilbab.’ Anehnya, saat menolak, pegawai tersebut justru dikatakan lebih mementingkan diri sendiri daripada bangsa dan negara.

Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI Anwar Abbas pun mempertanyakan maksud tes yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil (negara ASN) itu. Saat berkomentar (8/5), Anwar menyimpulkan pemahaman tentang Pancasila, konstitusi, keagamaan, dan kebangsaan pihak yang melakukan wawancara banyak yang salah dan bermasalah.

Itulah sebabnya MUI menilai hasil tes wawasan kebangsaan patut dibatalkan. Menurut Anwar, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes itu tidak sesuai dengan nilai Pancasila dan UUD 1945. Bahkan menurut Ketua PP Muhammadiyah ini, pertanyaan yang diajukan memperlihatkan kecenderungan sikap memusuhi agama.

Anwar menilai tindakan tersebut mencerminkan falsafah liberalisme sekulerisme. Dalam hal-hal tertentu bahkan berbau neokomunisme yang sangat memusuhi agama.

Permintaan serupa disampaikan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan yang diikuti 1.351 pegawai KPK. Lakpesdam menilai TWK telah cacat etika modal dan melanggar asasi manusia.

Saat memberikan keterangan pers (8/5), Direktur Lakpesdam PBNU Rumadi juga mendesak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) mengembalikan TWK sebagai ujian nasionalisme. Selain itu tes wawasan kebangsaan juga menjadi bukti pegawai memiliki komitmen bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Rumadi mengatakan tes wawasan kebangsaan seharusnya bukan skrining yang mirip penelitian khusus (Litsus) ala Orde Baru (Orba).

Rumadi juga meminta agar Komnas HAM dan Komnas Perempuan turun tangan mengusut dugaan pelanggaran hak-hak pribadi, pelecehan seksual, rasisme, dan pelanggaran yang lain saat pelaksanaan TWK. Lakpesdam juga mengajak seluruh rakyat Indonesia mengawal kasus yang berpotensi merusak independensi KPK itu. (ant)