Kastara.ID, Jakarta — Polemik rencana PB Djarum yang akan menghentikan audisi beasiswa bulutangkis pada tahun 2020 karena oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dinilai memanfaatkan anak-anak untuk mempromosikan merek Djarum yang identik dengan produk rokok harus dicari jalan keluarnya. Negara terutama pemerintah harus hadir memastikan agar polemik ini menemui jalan terbaiknya.

Anggota DPD RI yang juga aktivis perlindungan anak mengungkapkan, negara terutama pemerintah harus hadir menengahi persoalan ini. Pemerintah harus memastikan program pembibitan atlet bulutangkis tetap terus berjalan dan memastikan program ini tidak berpotensi melanggar regulasi terutama yang terkait dengan perlindungan anak. Hingga detik ini peran dunia usaha masih sangat dibutuhkan untuk pengembangan olahraga nasional karena pemerintah punya banyak keterbatasan sumberdaya.

“Pemerintah harus jadi problem solver, punya terobosan dan cari jalan terbaik dari persoalan ini. Sumbangsih PB Djarum untuk bulutangkis Indonesia tidak perlu diragukan. Namun, memang perkembangan undang-undang dan regulasi menuntut program audisi ini harus melakukan penyesuaian. Cobalah duduk bersama lagi dan pemerintah hadir sebagai penengah dan pemberi solusi. Saya yakin ada jalan keluar,” ujar Fahira Idris, di sela-sela kunjungan kerja DPD RI di Provinsi Bali (9/9).

Menurut Fahira, apa yang terjadi saat ini adalah ujian sejauh mana pemerintah mampu menempatkan dirinya sebagai problem solver terhadap persoalan yang menjadi polemik hangat di masyarakat. Sumbangsih dunia usaha untuk perkembangan olahraga tidak kita abaikan, tetapi undang-undang dan regulasi juga harus jadi pijakan utama kita. Kebuntuan persoalan ini membutuhkan pemecahan dan menghasilkan sebuah terobosan baru dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh pemerintah karena mempunyai otoritas tertinggi.

“Bulutangkis penting bahkan satu republik ini cinta bulutangkis. Tetapi memastikan regulasi perlindungan anak berjalan juga sangat penting karena itu amanat rakyat lewat undang-undang. Saya yakin persoalan bisa menemui jalan terbaiknya selama pemerintah tidak jadi penonton tetapi jadi problem solver,” pungkas Fahira. (dwi)