Kirakiramologi

Oleh: Jaya Suprana

AKIBA selokan di kampung sudah sangat kotor sehingga saluran air macet maka menimbulkan bau busuk serta potensial berperan sebagai sumber aneka penyakit termasuk Corona. Menyimak kenyataan selokan macet itu maka saya berhasrat mengajak warga sekampung gotong royong membersihkan selokan demi kesehatan bersama warga sekampung.

Berbekal kesadaran atas sila keempat Pancasila yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, sebagai warga jelata kampung saya menghadap ke Ketua RT tang konon kini digaji oleh pemerintah untuk membina kerukunan antar tetangga.

Karena selokan yang mampet tidak terbatas hadir di kawasan RT saya saja tetapi juga di kawasan RT lain-lainnya maka Ketua RT merujuk saya ke Ketua RW yang juga digaji oleh pemerintah dengan gaji yang pastinya lebih besar ketimbang Ketua RT.

Akibat merasa tidak layak merujuk permasalahan selokan ke Pak Lurah apalagi Camat maka akhirnya saya menghadap Ketua RW.

Setelah seksama mendengar gagasan saya maka Ketua RW memutuskan untuk mengundang para Ketua RT yang berada di bawah keluasaan Ketua RW untuk berkumpul pada sebuah rapat pleno RW membahas gagasan saya untuk bergotong royong membersihkan selokan yang berada di kawasan RW saya. Karena RW saya memang luas maka terdapat 10 RT di RW saya.

Akhirnya pada jadwal yang ditentukan Ketua RW, sepuluh Ketua RT berkumpul di kantor Ketua RW yang kebetulan seorang jaksa tersohor di kota saya.

Ketua RW didampingi sekretaris RW yang membuat notulen Rapat RW membahas gagasan gotong royong membersihkan selokan.

Setelah berdoa bersama dengan cara masing-masing maka Ketua RW merangkap ketua sidang mengetok palu sebagai pertanda Rapat RW membahas gotong royong membersihkan selokan dimulai.

Langsung Ketua RW memberikan penjelasan kepada hadirin Rapat RW bahwa biang keladi Rapat RW membahas gotong-royong membersihkan selokan adalah saya. Maka pimpinan sidang mempersilakan saya memberikan pertanggungjawaban mengenai alasan saya menyebabkan Rapat RW harus diselenggarakan.

Dengan gugup maka terbata-bata saya mencoba menjelaskan niat mengajak warga RW untuk bergotong royong membersihkan selokan demi kesehatan seluruh warga RW.

Seusai saya memberikan penjelasan langsung ketua RW mempertanyakan apakah saya sudah membahas gagasan saya mengajak warga bergotong royong membersihkan selokan dengan warga lain sesama RW.

Terpaksa saya mengaku bahwa saya belum membahas rencana saya dengan sesama warga lain sebab gagasan saya murni gagasan pribadi saya seorang diri saya.

Langsung Ketua RW yang kebetulan jaksa menegur saya sebagai ceroboh sebab sebelum membahas rencana dengan sesama warga RW sudah lancang berani melapor ke Ketua RW.

Akibat merasa bersalah maka saya tergagap-gagap gugup memberi pembelaan terhadap diri saya bahwa sebenarnya terlebih dahulu saya menghadap Ketua RT saya yang merujuk saya ke Ketua RW.

Melihat saya keder maka Ketua RW yang terlatih sebagai jaksa penuntut makin mencecar saya dengan pertanyaan mengenai apakah saya tahu bahwa apabila saya memprakarsai suatu gerakan masyarakat maka saya harus membentuk LSM.

Setelah saya mengaku tidak tahu maka Ketua RW mewakili warga bertanya apa visi dan misi LSM yang belum saya dirikan.

Sebelum saya sempat menjawab pimpinan sidang lanjut mempertanyakan bagaimana susunan pengurus dan bagaimana AD dan ART LSM yang belum saya dirikan serta bentuk LSM sebagai lembaga non profit atau badan usaha lalu dari mana dana diperoleh untuk membiayai kegiatan LSM sesuai dengan visi dan misi yang belum saya pikirkan.

Terbukti saya tidak mampu menjawab segenap pertanyaan serba legal apalagi membantah tuduhan jaksa eh Ketua RW maka jaksa merangkap Ketua RW memprovokasi para Ketua RT untuk melaporkan saya ke polisi atas tuduhan upaya menjerumuskan para warga sesama RW ke dalam sebuah lembaga yang secara hukum tidak jelas legalitas serta visi dan misi mau pun sumber dana.

Mujur tak teraih nahas tak tertolak kesepuluh Ketua RT sepakat dalam menyetujui tuntutan Pak Jaksa merangkap Ketua RW melaporkan saya ke polisi.

Sebenarnya saya menyesal telah menggagas gotong-royong membersihkan selokan kampung namun harus diakui bahwa Ketua RW memang bijak.

Sebagai warga yang Pancasilais memang saya wajib bertanggung jawab atas gagasan saya sendiri.

Di tengah galau merundung sanubari, saya bersyukur maka berterima kasih kepada seorang di antara para Ketua RT yang kebetulan seorang pengacara profesional menawarkan diri untuk siap mendampingi saya jika saya dipanggil polisi. Tentu dengan syarat bahwa saya telah menyetujui untuk secara di muka membayar tarif mahal Ketua RT merangkap pengacara baik hati itu.

Bukan hanya layak namun bahkan wajib saya bersyukur tanpa henti sebab ternyata saya beruntung hidup bersama sesama warga yang sadar maka taat hukum di sebuah negara hukum! MERDEKA! (*) * Pembelajar Kebudayaan dan Peradaban.