Konten Negatif

Kastara.id, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak lama lagi akan memiliki perangkat sistem pengendalian konten bermuatan negatif di internet dengan menggunakan sistem crawling.

“Crawling adalah sistem yang digunakan secara jamak di Indonesia. Analisa media sosial pun mekanismenya crawling. Tidak pakai sistem DPI,” kata Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan dalam acara konferensi pers di Gedung Kominfo, Jakarta, Senin (9/10).

Semuel mengatakan, sistem crawling berfungsi mengambil semua konten hasil pelaporan masyarakat melalui situs pengaduan di situs Trust Positif. Konten-konten itu dibuka dan dianalisa oleh mesin, sehingga waktunya lebih efektif dan efisien. “Selama ini crawling kami lakukan secara manual. Banyak waktu yang terbuang,” ujarnya.

Menurutnya, sistem pengedalian konten negatif dengan sistem crawling ini bisa memblokir konten-konten negatif dengan sangat cepat dalam waktu singkat. Seperti diketahui situs pornografi diperkirakan sekitar 28 juta sampai dengan 30 juta situs.

“Kami baru bisa menapis 700 ribuan. Ini jauh sekali, maka kita perlu meningkatkan kapasitas sistem kita. Kalau bisa 30 juta konten pornografi yang ada langsung cepat diblokir semua,” ungkapnya

Menurut Semuel, sistem pengendalian konten bermuatan negatif ini bertujuan untuk mengelola dan menata situs-situs internet negatif yang bertentangan dengan undang-undang yaitu pornografi, terorisme, separatis, kekerasan terhadap anak, dan perbuatan melanggar peraturan perundang undangan lainnya.

Selain itu, yang terkait mengancam keamanan dan kedaulatan bangsa, dan meresahkan masyarakat. “Untuk menjalankan itu semua kita berpegang dan tetap menjaga kualitas layanan operator,” katanya

Lebih lanjut ia menjelaskan, sistem ini juga untuk memfasilitasi kementerian atau lembaga yang menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing, misalnya institusi BNN yang menginginkan situs-situs yang menjual obat-obat terlarang.

“Mereka bisa menggunakan sistem ini yang bisa dikelola dan diakses oleh badan-badan dan lembaga yang terkait,” ungkapnya.

Semuel mengatakan dasar sistem pengendalian konten negatif ini adalah UU ITE yang merupakan undang-undang ekstra teritorial. Dalam pasalnya menyebutkan bahwa UU ini berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam UU ini, baik yang berada di wilayah lndonesia maupun luar hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang merugikan kepentingan Indonesia.

“UU ini tidak hanya mengatur di dalamnya karena internet sudah borderless maka perlu suatu pengaturan yang menjangkau apabila ada konten-konten yang bertujuan untuk merusak atau mengacaukan atau potensial berbahaya bagi keamanan negara,” ujarnya.

Selain itu, adanya revisi UU ITE, maka pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan penggunaan informasi dan dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang oleh ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. “Jadi amanatnya diberikan oleh UU maka kita harus proaktif,” katanya.

Selama ini menurutnya, secara teknis masih berbentuk laporan masyarakat yang manual, maka melalui sistem ini bisa proaktif bagaimana agar Kominfo bisa membersihkan dari konten-konten negatif internet di Indonesia.

Lebih lanjut dikatakan bahwa komponen untuk mengendalikan konten negatif juga harus mengacu kepada hukum dan regulasi. “Semua sesuatu harus berdasarkan hukum dan regulasi, tidak bisa semena-mena. Kita melakukan pemantauan proaktif artinya kita tidak hanya pasif hanya menunggu laporan saja tapi harus pro aktif sesuai dengan koridor hukum namanya pemantauan,” katanya

Kemudian bagaimana metode dan teknologinya dan juga ada hal-hal yang dilakukan penapisan tapi ada hal-hal yang harus dibawa ke penegakan hukum misalnya kasus pedofil tidak bisa hanya blokir saja, tapi harus dicari pelakunya dan diproses hukum.

Semuel menambahkan, proses tender pengadaan perangkat sistem pengendalian konten negatif diumumkan pada 30 September 2017 dan diikuti dari 72 peserta. Dari 72 peserta tersebut 21 yang mengirimkan prakualifikasi. Namun hanya enam peserta yang mengirimkan dokumen dan lulus tahap prakualifikasi dan mengikuti tahap berikutnya. Kemudian hanya dua peserta yang mengirimkan dokumen admnistrasi dan harga. Dari dua peserta tender tersebut hanya satu yang lulus.

Dari hasil lelang ditetapkan pemenangnya adalah PT INTI sekarang masih masa sanggah, setelah itu ditetapkan pelaksanaannya. Dengan harga penawarannya Rp 198 miliar lebih dan harga terkoreksi sebesar Rp 194 miliar. “Tata pembiayaan bersifat langsam, artinya dipasang dulu dilihat kepada kami, apakah berfungsi sesuai dengan keinginan kami, maka kami bayar,” katanya. (npm)