Kastara.id, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengupayakan pembangunan pulau-pulau kecil dan terluar Indonesia melalui program Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT). Salah satu hal yang mendukung upaya tersebut adalah proyek prestisius teknologi deep sea water yang merupakan teknologi Jepang untuk menghasilkan energi baru terbarukan dan mengalirkan listrik di pulau-pulau kecil Indonesia.

Teknologi ini rencananya akan dikembangkan di Pulau Morotai sebagai salah satu dari 12 lokasi SKPT. Pemerintah Jepang melalui Kedutaan Besar Jepang di Indonesia telah menawarkan proyek deep sea water ini kepada KKP pada Kamis, 8 Desember 2016, dalam pertemuan terbatas dengan pimpinan KKP. Penawaran tersebut tentunya disambut baik Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Namun, proyek dalam bentuk hibah (grant) ini melalui seleksi yang cukup ketat dari seluruh negara yang berminat pada teknologi tersebut.

“Saya harapkan support teman-teman media kepada KKP dan tim KKP. Tadi malam Jepang sudah ada project yang clear untuk deep sea water,” kata Susi seusai makan siang bersama wartawan di kediamannya di Widya Chandra V, Jakarta, Jumat (9/12).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) KKP Bramantyo Satyamurti Poewardi menambahkan, Jepang menawarkan pengembangan energi baru terbarukan melalui teknologi deep sea water untuk mengalirkan listrik di pulau kecil dan terluar Indonesia.

“Mereka (Jepang) ingin membangun deep sea water untuk listrik. Ini melalui seleksi dari seluruh negara yang meminta. Mereka sudah bilang akan berusaha untuk mengawal. Rencananya mereka akan coba memulainya di Morotai. Ketika nanti kita dapat, nanti akan saya infokan,” ujar Tyo.

Tyo mengungkapkan, pihak Jepang sudah melihat beberapa lokasi SKPT yang merupakan proyek KKP, salah satunya di Natuna. Menurutnya, banyak hal yang sudah seharusnya dikembangkan untuk mewujudkan Natuna sebagai Tsukiji Indonesia. Tsukiji adalah pasar ikan Jepang yang merupakan pasar ikan terbesar di dunia.

“Kami melihat lokasi SKPT. Biar mereka tahu, pasar ikan di Natuna itu mini-nya Tsukiji. Mereka sempat kaget. Mereka takjub dengan beberapa harga ikan di sini. Mereka sempat nanya, kenapa bulu babi kita tidak diekspor. Di Jepang harga bulu babi sangat mahal,” katanya.

Lebih lanjut Tyo menjelaskan bahwa teknologi deep sea water menggunakan air dingin dari dalam laut yang di-push ke atas. Perbedaan temperatur yang diangkat ke atas akan menjadi daya listrik. Selain itu, jelas Tyo, air laut dalam yang dikeluarkan dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan tuna. Untuk saat ini, teknologi deep sea water merupakan kerjasama Goverment to Goverment antara Indonesia dan Jepang. Untuk selanjutnya, Tyo berharap proyek teknologi deep sea water ini akan dimenangkan oleh Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dapat mengundang para investor masuk ke dalam proyek ini.

“Yang penting kita menangkan proyek ini dulu. Pihak Jepang sudah bilang akan kawal. Untuk investor, nanti akan didatangkan di Business Forum jika proyek ini berhasil kita menangkan,” ujar Tyo yang didampingi Kepala Biro Kerja Sama dan Humas KKP Lilly Aprilya Pregiwati. (arya)