Komnas HAM

Kastara.id, Jakarta – Komnas HAM prihatin atas sengkarutnya isu hak pilih pada pelaksanaan pilkada serentak 2018, khususnya yang dialami oleh kelompok minoritas termasuk masyarakat adat.

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM yang juga sebagai Anggota Tim Pilkada Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menyampaikan bahwa saat ini memang tengah terjadi persoalan dalam mengartikulasikan hak pilih warga negara.

“Komnas HAM sangat memberikan perhatian dengan isu hak pilih karena merupakan bentuk partisipasi. Saya memaknainya sebagai emansipasi warga negara dalam menentukan corak kepemimpinan di wilayah pemilihan masing-masing,” ujar Amir dalam media briefing di Gedung Komnas HAM (9/3).

Menurutnya, pelaksanaan emansipasi ini mempunyai urgensitas dalam menjaga sebuah wilayah, yang diatur sesuai dengan tujuan pembangunan dan memastikan layanan publik akan diberikan dengan baik dan merata.

Dia berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Dalam Negeri seharusnya melakukan langkah terobosan terkait polemik KTP ini seperti sistem noken yang diberlakukan di Papua sehingga tidak lagi menjadi polemik.

“Hal ini harus segera terselesaikan karena akan berimbas pada lemahnya legitimasi pelaksanaan pemilu. Pasalnya pemilih Pilkada serentak tahun ini mencapai 160,7 juta jiwa. Mengingat pentingnya isu ini, maka Komnas HAM akan berkoordinasi dengan KPU dan Kemendagri agar persoalan KTP ini segera teratasi,” papar Amir.

Ketua Bidang Internal Komnas HAM Hairansyah menegaskan, negara juga harus memenuhi hak politik masyarakat adat pada pelaksanaan pilkada serentak 2018. “Hal ini karena secara geografis mereka telah terisolasi sehingga patut menjadi perhatian negara. Selain itu konflik masyarakat adat juga tergolong intens,” ujarnya.

Pilkada serentak 2018 akan dilaksanakan di 17 Provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), terdapat 121 komunitas masyarakat adat yang berada di wilayah konservasi atau tersebar di 11 provinsi dan 8 kabupaten. (npm)