Fahira

Kastara.ID, Jakarta — Kesetaraan atau kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan, masih menjadi salah satu isu utama perempuan di dunia termasuk di Indonesia.

“Kesetaraan masih menjadi isu utama perjuangan perempuan di dunia termasuk di Indonesia. Kata kunci agar kesetaraan dapat tercapai menurut saya adalah tercipta kemitraan atau partnership atau kerja sama antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai sendi kehidupan mulai dari keluarga, masyarakat sampai kehidupan berbangsa,” ujar Aktivis Perempuan yang juga Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya kepada Kastara.ID (8/3).

Fahira Idris mengungkapkan, dalam setiap lintasan sejarah bangsa Indonesia selalu hadir gerakan dan upaya kaum perempuan menuntut agar diberi akses (ruang gerak) untuk berpartisipasi dan terlibat pada proses pengambilan keputusan dalam pembangunan. Gerakan perempuan menuntut kesetaraan ini yang semakin menguat terutama setelah Reformasi 1998.

Menurut Fahira Idris, kesetaraan yang perlu didorong dan diwujudkan adalah persamaan substantif untuk memberikan akses (ruang gerak), partisipasi, keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan antara perempuan dan laki-laki dalam pembangunan, sehingga manfaat dan hasil pembangunan benar-benar dapat dirasakan secara adil antara keduanya (laki-laki dan perempuan) sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masing-masing.

Saat ini, perempuan Indonesia, lanjutnya, terus berupaya menjadikan perempuan sebagai aset dan potensi pembangunan dengan satu tujuan yaitu mempunyai kemandirian terutama secara ekonomi dan sosial. Dengan berdaya secara ekonomi (menjadi pelaku kegiatan-kegiatan produktif) dan sosial (mampu memutuskan yang terbaik bagi diri, lingkungan, dan bangsa) maka perempuan Indonesia akan menjadi agent of change, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, lingkungan, dan masyarakat di sekitarnya.

“Oleh karena itu, di Indonesia saat ini harus terus dibangun pola pikir atau paradigma bahwa sebenarnya perempuan dan laki-laki adalah sumber daya potensial pembangunan yang keberadaannya menentukan target keberhasilan dari pembangunan itu sendiri. Salah satu strategi agar terjadi perubahan pola pikir dan pemberdayaan perempuan bisa mencapai hasil yang diinginkan adalah menempatkan lebih banyak perempuan-perempuan di badan-badan publik mulai dari eksekutif, yudikatif, legislatif atau parlemen,” pungkas Senator Jakarta ini. (dwi)