Lingkungan Hidup

Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan-Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) terus berkolaborasi dalam memberikan efek jera terhadap pelaku perusakan lingkungan dan pesisir laut.

“Dalam penyelesaian kasus perusakan lingkungan dan pesisir laut, KKP dan KLHK telah membangun sinergi yang baik dan ini menjadi modal yang berharga dalam menindaklanjuti kasus-kasus perusakan lingkungan dan pesisir laut,” terang Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tb Haeru Rahayu, di Jakarta, Jumat (10/4).

Sepanjang tahun 2020 ini, lanjut Tb, terdapat lima kasus kapal kandas yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang yang saat ini sedang ditangani oleh Ditjen PSDKP-KKP dan Ditjen PHLHK-KLHK.

Kelima kasus tersebut di antaranya MV Aqua Blu yang kandas di perairan Wayag Kawasan Konservasi Perairan Nasional  Raja Ampat, kapal tongkang Virgo Sejati 287 (TB Virgo Sejati 38) yang kandas di Perairan Matahora & MT Endah Marin (TB Theodore II) yang kandas di Karang Koromaha Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Saat ini kasus-kasus tersebut sedang dalam proses verifikasi lapangan untuk menentukan nilai valuasi ekonomi sumber daya pesisir dan laut.

”Sudah ada tiga kasus yang saat ini sedang dalam proses perhitungan nilai kerugian yang diakibatkan atas kandasnya kapal-kapal tersebut dan saat ini sedang dikerjakan oleh Tim,” ujar Tb.

Sedangkan dua kasus lainnya yaitu kapal wisata KM Sueisan Indo II yang kandas di perairan Pulau Pandan, Sumatera Barat dan MT Ahmad Jabbar ex Josephine yang kandas di perairan Denpasar-Bali, saat ini sedang diagendakan untuk dilaksanakan verifikasi lapangan. Proses lanjutan ini sedikit terkendala dengan adanya penyebaran pandemi Covid-19.

”Kami dan KLHK bersepakat untuk menunda dulu proses lanjutan kedua kapal tersebut, keputusan tersebut diambil mengingat semakin meluasnya pandemi Covid-19,” ujar Tb.

Senada dengan penjelasan tersebut, Kasubdit Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan, KLHK, Osten Sianipar yang dihubungi via telepon menjelaskan bahwa semua kasus penyelesaian sengketa kerusakan terumbu karang akibat kapal kandas akan dijadwalkan ulang sambil menunggu berakhirnya pandemi Covid-19.

”Kami melakukan penundaan terhadap proses lanjutan beberapa kasus di antaranya untuk proses verifikasi kasus di Padang, Bali, dan Belitung. Selain itu juga proses klarifikasi hasil joint survey dua kasus di Wakatobi dan satu kasus di Raja Ampat serta negosiasi kasus di Karimun Jawa dan satu kasus di Buton yang sudah masuk tahap akhir,” jelas Osten.

Untuk diketahui, dalam kurun waktu tahun 2017 sampai awal tahun 2020, telah terjadi 21 kasus perusakan pesisir dan laut di Indonesia yang diakibatkan transportasi laut, sebagian besar merupakan kasus kapal kandas yang merusak terumbu karang. Penanganan kasus tersebut juga memberikan PNBP yang cukup besar serta pemberian ganti rugi kepada masyarakat.

”Dari 21 kasus yang sudah ditangani sebanyak 7 (tujuh) kasus dengan nilai klaim ganti kerugian sebesar Rp 44,579,112,682.24 dan USD 1,180,984.08 telah dibayarkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu, telah dibayarkan ganti rugi kepada masyarakat sebesar Rp 3.961.754.913,56. Proses negosiasi untuk kasus-kasus lainnya sedang berjalan,” ungkap Tb.

Selain penanganan kasus kapal yang kandas, Ditjen PSDKP juga sedang melakukan penanganan kasus pencemaran perairan diantaranya yang sedang dalam pengawasan adalah pencemaran perairan Laut Lampia yang diduga melibatkan PT Citra Lampia Mandiri. Perusahaan tersebut diduga melakukan pencemaran perairan terkait tumpahnya nikel ore di perairan Laut Lampia.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Matheus Eko Rudianto menyampaikan bahwa proses penanganan kasus-kasus ini, tidak lepas dari peran aktif masyarakat yang melaporkan ke petugas di lapangan, serta adanya koordinasi yang baik dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK-KLHK untuk dapat menyelesaikan kasus kasus-kasus tersebut.

Eko juga memaparkan bahwa KKP dan KLHK lebih mendorong pendekatan penyelesaian kerugian atas kerusakan ekosistem terumbu karang di lokasi kapal kandas. Tuntutan pembayaran kerugian kepada pemilik kapal meliputi kerugian berdasarkan perhitungan nilai ekologi, nilai ekonomi atau kerugian masyarakat, serta restorasi atau pemulihan lingkungan atas kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan oleh kandasnya kapal-kapal tersebut. Pendekatan restorative justice yang ditempuh ini selain untuk memberikan efek jera juga agar ada PNBP yang dapat langsung disetor kepada negara serta ganti kerugian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang dirugikan.

”Pendekatan restorative justice yang ditempuh oleh KKP dan KLHK ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan,” tutup Eko. (wepe)