Kastara.ID, Jakarta — Sebagai salah satu objek yang diatur, aspirasi dokter dan tenaga kesehatan (nakes) yang terhimpun dalam berbagai organisasi profesi kesehatan idealnya menjadi salah satu bagian penting dari proses penyusunan RUU Omnibus Law Kesehatan. Penolakan sejumlah organisasi profesi kesehatan terhadap RUU ini karena merasa tidak terjadi partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunannya, menjadi pertanda bahwa RUU ini harus ditinjau kembali.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, aksi damai menolak RUU Omnibus Law Kesehatan yang digelar sejumlah organisasi profesi kesehatan idealnya jangan hanya dipandang sebatas aksi protes atau penolakan saja. Namun juga harus dimaknai sebagai itikad baik dari organisasi profesi kesehatan untuk memajukan sektor kesehatan dan ikhtiar bersama menyelesaikan berbagai persoalan kesehatan di Indonesia. Misalnya persoalan peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan dan pemanfaatan teknologi untuk efektivitas layanan kepada masyarakat.

“Menurut hemat saya, penolakan terhadap RUU Omnibus Law Kesehatan karena para dokter dan nakes menilai terdapat persoalan substansi dari RUU ini. Persoalan substansi ini biasanya terkait dengan materi muatan, naskah akademik, pasal dan transparansi penyusunan RUU, serta ruang partisipasi publik dalam proses penyusunan RUU Kesehatan dengan metode omnibus law yang memang harus sangat teliti. Sebagai salah satu objek yang diatur dalam RUU ini, aspirasi dokter dan nakes penting ditampung,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta sepertibyang disampaikannya kepada Kastara.ID (9/5).

Menurut Fahira Idris, baik Pemerintah maupun DPR harus segera membuka ruang dialog dengan organisasi profesi kesehatan dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Dialog ini sebagai forum mendengar alasan-alasan penolakan dari organisasi profesi dokter dan nakes sekaligus kesempatan bagi Pemerintah memaparkan urgensi dari RUU Kesehatan. Selain itu juga sebagai forum membedah pasal-pasal yang dinilai tidak sesuai dengan semangat memajukan sektor kesehatan.

“Karena penolakannya sudah meluas, saya berharap pembahasan RUU Kesehatan antara Pemerintah dan DPR dijeda dulu. Gelar sebuah dialog yang konstruktif antara para pembuat undang-undang dengan organisasi profesi kesehatan dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Saya yakin ada titik temu karena semangat kita semua sama yaitu kemajuan sektor kesehatan, peningkatan derajat kesehatan rakyat, perlindungan terhadap profesi dokter dan nakes, serta tentunya peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia,” pungkas Senator Jakarta ini.

Sebagai informasi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Penolakan tersebut kemudian membuat ribuan tenaga kesehatan melakukan aksi damai unjuk rasa penolakan RUU Kesehatan di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Kota Jakarta pada Senin (8/5) lalu. (dwi)