Kastara.ID, Jakarta – Masyarakat yang biasa beraktivitas di dunia maya saat ini harus lebih berhati-hati, terutama saat mencuitkan komentar terkait Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasalnya dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) disebutkan pihakyang menghina lembaga negara seperti DPR bisa terancam sanksi pidana bahkan masuk penjara. Hal itu tertuang dalam sejumlah pasal di Bab IX tentang Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara diatur sejumlah ketentuan.

Salah satunya di Pasal 353 yang mengatakan setiap orang yang menghina lembaga negara secara lisan dan tulisan akan dikenakan pidana maksimal 1 tahun dan 6 bulan penjara. Selain itu juga membayar denda sebesar Rp 10 juta. Sedangkan menurut pasal 354, menghina lembaga negara melalui media sosial (mendos) bisa dijerat sanksi pidana 2 tahun penjara. Jika penghinaan yang dilakukan mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, pelaku akan dikenakan hukuman penjara selama 3 tahun dan denda Rp 50 juta.

Sebelumnya, RUU KUHP juga mengancam hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara bagi pihak yang menghina Presiden dan Wakil Presiden melalui media sosial. RUU KUHP juga menambahkan sanksi denda sebanyak Rp 200 juta. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 219 Bab II tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Sedangkan pasal 218 ayat (2) menyatakan menghina Presiden dan Wakil Presiden tidak melalui media sosial bisa dijerat dengan pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta.

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, pasal-pasal yang terdapat dalam RUU KUHP telah membelokkan tujuan negara. Khususnya menurut Refly terkait dengan tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.

Saat berbicara melalui kanal YouTube miliknya (8/6), Refly menuturkan, tujuan negara dibelokkan jadi upaya memenjarakan rakyat. Terutama bagi pihak yang bersikap kritis dan bebeda pendapat dengan pemerintah. RUU KUHP yang mengatur hukuman bagi penghina presiden menurut Refly seolah menghidupkan kembali pasal karet di era orde baru (Orba). Saat itu menurutnya banyak aktivis politik yang dipenjarakan menggunakan pasal-pasal semacam itu.

Mantan Komisaris PT Pelindo I ini menambahkan, seharusnya pasal semacam itu tidak dipertahankan lantaran bertentangan dengan prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul. Jika pasal penghinaan di RUU KUHP benar-benar diterapkan, Refly menegaskan akan sangat berbahaya bagi demokrasi. (ant)