IUU Fishing

Kastara.ID, Jakarta – Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing telah menjadi isu global. Indonesia sebagai negara penghasil tangkapan ikan ketiga terbesar di dunia dengan pasar ekspor utama Asia dan Amerika Serikat, terus berperan aktif dalam penegakan hukum untuk pemberantasan IUU Fishing. Keberhasilan dalam pemberantasan IUU Fishing membutuhkan peran aktif dari seluruh negara yang terlibat dalam aktivitas penangkapan ikan untuk memastikan kepatuhan para pelaku usaha sesuai dengan hukum yang berlaku di tingkat nasional, regional, dan internasional.

Berkolaborasi dengan the Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization’s (CSIRO), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyelenggarakan Kick-Off Meeting Kolaborasi Penelitian Indonesia-Australia fase kedua, yang mengawali implementasi kegiatan riset bertema ‘Improving efforts to reduce Illegal, Unreported and Unregulated Fishing through expanding human capacity and implementing applied research tools to address maritime issues’ pada 8 Juli 2020.

“IUU Fishing telah menjadi perhatian global yang menyebabkan permasalahan penurunan sumber daya ikan dan lingkungannya, perbudakan dan kerugian ekonomi. Diperkirakan kerugian akibat IUU Fishing secara global antara 10–23,5 miliar USD per tahunnya, sedangkan untuk Indonesia diperkirakan sekitar 4 miliar USD per tahun berdasarkan hasil studi Petrossian (2014). Mempertimbangkan hal tersebut, perlu diambil aksi dan tindakan sesegera mungkin dan berkelanjutan,” tutur Plt. Sekretaris Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Maman Hermawan, dalam sambutannya.

Perwakilan Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia, Allaster Cox, menyatakan bahwa Australia juga memiliki komitmen yang sama kuatnya dengan Indonesia dalam pemberantasan praktik IUU Fishing. Melalui kerja sama riset ini, KKP bersama dengan CSIRO, ingin meningkatkan kapasitas sumber daya manusia lingkup KKP di bidang monitoring, controlling and surveillance (MCS) kegiatan perikanan serta peningkatan kapasitas SDM dalam pengolahan dan analisis berbagai sumber data pemantauan dan informasi untuk meningkatkan efektivitas penanganan IUU Fishing.

“IUU Fishing tidak hanya mengakibatkan banyak kerugian pendapatan, tetapi juga merusak habitat, menghabiskan persediaan ikan dan merusak ketahanan pangan. Oleh karena itu, kedua negara harus bersinergi dalam memerangi IUU Fishing,” ucap Cox.

Pihaknya menjelaskan bahwa terdapat empat kunci untuk memperkuat pertarungan melawan IUU Fishing di tingkat global dan regional, yaitu perlu adanya strategi nasional yang jelas meliputi sistem e-monitoring, program pemantauan, sistem pemantauan kapal, melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk menjaga pasar seperti melakukan tindakan penelusuran dan dokumentasi penangkapan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia terus berupaya untuk mengintegrasikan data hasil pengawasan dari Vessel Monitoring System (VMS) dan Automatic Identification System (AlS), dan sistem radar satelit untuk selanjutnya dianalisis. Sistem ini mengirimkan data lokasi kapal, kecepatan dan arah kapal secara berkala, baik melalui stasiun darat ataupun satelit.

KKP pun berharap, dengan adanya integrasi tiga tekonologi monitoring ini dapat memprediksi sistem penangkapan dan distribusi kegiatan IUU Fishing di dunia mendekati real time demi penegakan hukum dan terjaganya kedaulatan negara. (wepe)