Hari Pahlawan

Kastara.id, Jakarta – Sekretaris Jenderal MPR RI Ma’ruf Cahyono mengingatkan sikap kecintaan pada tanah air merupakan sebagian dari iman (hubbul wathon minal iman). Karenanya, semangat nilai-nilai persatuan yang terkandung dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa harus terus dikobarkan dan diamalkan.

“Meski sikap cinta tanah air itu tidak tersurat di dalam ajaran setiap agama. Namun, pada  masanya, perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia sungguh tidak terlepas dari tokoh lintas agama, semua suku, ras dan golongan,” demikian Ma’ruf Cahyono, saat memimpin upacara peringatan Hari Pahlawan di Sekretariat Jenderal MPR/DPR/DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (10/11).

Menurut dia bukan sebuah kebetulan atau tanpa penghayatan dan pemikiran ketika para pendiri negara menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama. Mengingat hanya dengan hadirnya spiritualitas dengan iman kepada Allah yang Maha Kuasa, tiap-tiap orang rela mengorbankan hidup dan jiwanya untuk bangsa dan negara ini.

Karena itu kata Ma’ruf, dalam semangat cinta tanah air dan kebhinekaan pula, para pendiri RI dan pahlawan memberikan sumbangan terbaiknya kepada negara. Sehingga pada 28 Oktober 1928, seluruh golongan ikrar sebagai satu tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan bahasa satu bahasa Indonesia.

Ikrar kebangsaan ini jugalah lanjut Ma’ruf, yang memberi spirit pengorbanan persatuan dan menggerakkan seorang pemuda keturunan Tionghoa Kwee Kek Beng pemimpin redaksi Koran Sin Po yang berani menggunakan kata “Indonesia” menggantikan “Nederlandsch Indie” pada masa kolonial Belanda.

“Keinginan kuat untuk persatuan inilah jugalah yang menggerakkan Pemuda asal Ambon Johannes Leimena mengajak para pemuda Kristen lainnya untuk meninggalkan partikularitas dan menjadi bagian dari bangsa Indonesia,” ujarnya.

Bahkan jauh sebelumnya, semangat ini pula yang menggerakkan KH. Wahab Hasbullah, Tambak Beras, Jombang, Jatim pada tahun 1934 melahirkan syair menggetarkan bahwa kecintaan pada tanah air Indonesia adalah bagian dari iman.

“Semangat itulah, sambungnya, peristiwa-peristiwa bersejarah bangsa Indonesia, mulai dari pembacaan ikrar Sumpah Pemuda 1928, pertempuran 10 November 1945, keberanian Kwee Kek Beng dan Johannes Leimena pada masa kolonial, hingga syair patriotis

“Yaa Lal Wathan” dan berbagai karya cipta dari pendahulu bangsa ini berperan besar sebagai energi penggerak seluruh rakyat Indonesia untuk mempertahankan Kemerdekaan RI.

Dengan demikian Ma’ruf berpesan, agar di era globalisasi yang begitu pesat, nilai-nilai Pancasila yakni persatuan dan nasionalisme harus menjadi daya tahan bangsa yang dimulai dari setiap individu hingga penyelenggara negara.

Hanya dengan ketahanan nasional, Indonesia mampu menghadapi segala macam gelombang perubahan. “Ideologi Pancasila yang bersifat terbuka juga harus mampu ditafsirkan sesuai perkembangan jaman, agar terus memperkuat daya saing kita, namun tetap bertahan pada jati diri bangsa,” pungkasnya. (arya)