Khilafah

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menegaskan, syarat ustadz dalam suatu majelis taklim yang harus dipenuhi hanya menguasai agama dengan baik serta mampu membaca dan memahami Alquran dengan baik.

Dua syarat ini berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) RI No. 29 Tahun 2019 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.

Pasal 13 peraturan itu menyebutkan soal syarat keberadaan ustadz/ustadzah di suatu majelis taklim. Dalam beleid itu disebutkan majelis taklim dibina dan dibimbing oleh ustadz dan atau ustadzah. Selain itu, ustadz atau ustadzah dapat berasal dari ulama, kiai, tuan guru, buya, ajengan, tengku, anregurutta, atau sebutan lain, cendekiawan, penyuluh agama Islam.

Sementara Ayat (3) ketentuan itu menyebut syarat ustadz/ustadzah, yakni mampu membaca dan memahami Alquran dan Al-Hadits dengan baik dan benar, serta memiliki pengetahuan agama yang baik.

PMA No. 29 Tahun 2019 itu sendiri menuai polemik karena mencantumkan soal keharusan mendaftarkan majelis taklim ke kantor Kemenag.

Lebih lanjut pada pasal 9 dan Pasal 10 mengatur setiap majelis taklim harus memiliki surat keterangan terdaftar (SKT) yang berlaku lima tahun.

Konsekuensi Pasal 19 menyatakan majelis taklim harus melaporkan kegiatan selama satu tahun paling lambat 10 Januari setiap tahunnya.

Soal kebijakan tersebut, sejumlah pihak mengkritisi aturan ini dan bahkan menyamakannya dengan gaya Orde Baru yang mengekang dan mengawasi warga dalam menjalankan ajaran agamanya.

Namun, Fachrul menyatakan majelis taklim tetap bisa menjalankan kegiatannya meski tak mendaftarkan diri ke Kemenag. Menurutnya, ketentuan pendaftaran itu hanya ditujukan bagi majelis taklim yang bersedia guna memudahkan penyaluran bantuan berupa dana maupun pembinaan.

Lebih lanjut, mantan Wakil Panglima TNI itu pun beranggapan tak ada yang keliru dengan peraturan tersebut. (put)