Natuna

Oleh: Jaya Suprana

SAYA memiliki seorang sahabat sesama warga keturunan China yang dilahirkan di Indonesia namun kini berdomisili di Hongkong. Melalui telekomunikasi surat elektronik, saya menanyakan pendapat beliau mengenai kemelut Natuna yang melibatkan RRChina dan Republik Indonesia. Sengaja saya tidak menyebut nama agar beliau tidak terkena dampak tidak diinginkan dari pihak yang tidak suka pendapat beliau. Isi e-mail sahabat saya di Hongkong itu adalah sebagai berikut:

Mudah
Pak Jaya yang baik, sebenarnya saja kalau yang ditanya pendapat saya pribadi, tentu mudah saja. Pegang teguh prinsip “Persahabatan Rakyat Kedua Negara”! Jangan sampai terjebak dan termakan kelompok/kekuatan yang hendak merusak persahabatan RI-RRC yang selama ini sudah tergalang cukup baik itu. Artinya, jangan mengambil langkah mempertegang situasi, dan gunakanlah jalur diplomasi untuk mendorong usaha DAMAI duduk bersama menemukan jalan pemecahan sengketa secara baik. Sengketa di laut Natuna yang terjadi hanyalah wilayah ZEE yang tumpang tindih dengan klaim “9 Garis Putus”, yang dianggap RRC itulah wilayah perairan Laut Tiongkok Selatan kedaulatan mereka. Jadi merupakan wilayah hak kedaulatan berdasarkan ZEE,  BUKAN wilayah kadaulatan RI pulau Natuna itu sendiri yang dilanggar RRC.

Pertama
Saya tidak jelas berapa banyak nelayan RRC yang sering beroperasi di wilayah sengketa itu dan berapa banyak ikan yang berhasil mereka dapatkan di situ. Tapi, melihat kenyataan kemampuan nelayan Indonesia pada umumnya kurang berminat atau belum berkemampuan menangkap ikan di perairan laut Natuna begitu jauh dengan ombak cukup besar, artinya masuk atau tidak nelayan RRC di situ, TIDAK banyak mempengaruhi nelayan Indonesia sendiri! Ini pertama.

Kedua
Kedua, kalau saja yang terjadi hanya masalah nelayan penangkap ikan, sedang ikan itu hidup di laut juga TIDAK menetap di satu wilayah, tapi selalu berpindah-pindah sesuai musim, sesaat bisa di laut Natuna saat lain pindah ke perairan laut lain, … dan ikan-ikan itu juga terus berkembang-biak tidak ada habisnya, saya yakin penangkapan ikan oleh nelayan-nelayan asing termasuk nelayan RRC di laut Natuna itu TIDAK akan mengurangi kekayaan ikan di situ! Dan pada saat nelayan Indonesia berkemampuan beroperasi di situ, juga tidak akan kehabisan ikan. Apalagi dengan perkembangan teknologi manusia yang berkemampuan menternakkan banyak jenis ikan-ikan laut, sudah cukup banyak jenis ikan, udang, yang diternakkan di laut. Bukankah akhirnya, nelayan sudah tidak lagi perlu menangkap ikan di laut bebas, cukup memanen ikan di perairan peternakan ikan saja!

Ketiga
Ketiga, seandainya saya bisa mempengaruhi penguasa RRC, tentu saya akan berteriak, segera HENTIKAN operasi penangkapan ikan di ZEE yang jadi sengketa itu! Wilayah perairan laut begitu luas untuk menangkap ikan, pemerintah harus menganjurkan dan menyerukan agar nelayan-nelayan RRC TIDAK menangkap di wilayah sengketa! Jangan bikin gara-gara yang tidak ada gunanya, bahkan sebaliknya bisa mengganggu Persahabatan Rakyat Kedua negara! Sabar saja sampai “9 Garis Putus” yang diklaim kedaulatan wilayah perairan laut itu bisa diterima di dunia internasional, khususnya oleh RI atau telah terjadi kesepakatan bagaimana pemecahan terbaik atas wilayah perairan ZEE yang tumpang tindih itu.

Bijak
Pada hakikatnya pernyataan sahabat saya di Hongkong tentang Natuna sangat jelas, jernih, dan bijak. Meski kini berdomisili di Hongkong yang notabene termasuk wilayah RRC, namun beliau masih bisa berpikir bijak, maka tetap menyatakan yang benar sebagai benar dan yang tidak benar sebagai tidak benar.

Beliau tidak membela pihak manapun secara emosional, namun benar-benar berupaya taat pada hukum internasional maupun terhadap norma tata-krama hubungan persahabatan antar bangsa. Bagi beliau yang utama harus dijaga adalah persahabatan rakyat Indonesia dengan rakyat RRC. Syukur Alhamdullilah, ternyata penguasa RRC memiliki etika, moral serta budi pekerti tidak kalah bijak ketimbang sahabat saya di Hongkong tersebut. Terbukti pada saat naskah ini saya tulis, terberitakan bahwa pemerintah RRC telah berkenan menarik semua kapal nelayan maupun kapal coast guard ke luar dari wilayah kelautan yang masih dalam sengketa. (*)

* Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan yang cinta damai dan cinta Indonesia.