Puan

Kastara.ID, Jakarta – Puan Maharani menunjukkan ketidaksukaannya ketika berkunjung ke daerah tidak disambut gubernur.

“Ketidaksukaan Puan itu tentu sangat disayangkan. Sebagai Ketua DPR, tentu aneh bila Puan masih berharap disambut gubernur. Gubernur sebagai eksekutif di daerah tidak punya kewajiban untuk menyambut Ketua DPR RI (legislatif) yang berkunjung ke daerahnya,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta kepada Kastara.ID, Jumat (11/2) siang.

Jadi, Puan tampaknya tidak bisa membedakan seseorang itu sebagi gubernur dan kader partainya. Sebagai kader partai, memang harus menyambut petinggi partainya. Namun kader tentu tidak harus menyambut seorang Ketua DPR RI.

“Apalagi di era demokrasi ini, persoalan sambut menyambut seharusnya sudah diminimalkan. Pemimpin itu bukan untuk dihormati, tapi bekerja untuk kepentingan rakyatnya,” imbuh Jamil yang juga mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Karena itu, menurutnya, pemimpin yang gila hormat sudah tak layak di negara demokrasi. Pemimpin seperti ini hanya wah di seremonial tapi minim prestasi kerjanya.

Lagi pula, pemimpin yang suka disambut umumnya di negara otoriter. Pemimpin bangga dielu-elukan.

“Apa ini yang memang dikehendaki Puan? Kalau itu, Puan tampaknya tak cocok menjadi pemimpin di era demokrasi,” pungkas Jamil. (dwi)