NTT

Kastara.id, Jakarta – Berdampak positif secara ekonomi. Kalimat ini memang mudah diucapkan. Sayangnya, bagi masyarakat di Labuan Bajo, atau Nusa Tenggara Timur secara lebih luas, selama ini hal tersebut masih jauh dari harapan. Betapa data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2017 merilis daftar provinsi berpenduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di NTT masih berada di urutan tiga terbawah, yakni 21,85 persen. Sedikit lebih baik ketimbang Papua yang memiliki penduduk miskin terbanyak 27,62 persen atau  Papua Barat 25,1 persen.

Data pilu kemiskinan NTT ini sempat menjadi kontroversial di media sosial, ketika seorang menteri keceplosan mengaitkan merosotnya pendidikan nasional akibat rendahnya tingkat pendidikan di NTT. Tentu saja ini tak bisa dibenarkan. Apalagi, fakta sebenarnya jumlah penduduk miskin di NTT dalam dua tahun terakhir telah berkurang, yakni 22,61 di 2015 menjadi 22,19 di 2016, lalu sisa 21,85 di 2017. Perkara pendidikan, bukan hanya soal perut, tapi juga sejauh mana perhatian pemerintah pusat ke daerah-daerah. Demikian sedikit konklusi dari pendapat netizen.

Lepas dari kontroversi di atas, jauh-jauh hari sebelum Kementerian Pariwisata mem-branding Labuan Bajo, sebenarnya Gubernur NTT Frans Lebu Raya sudah menyadari eratnya kaitan antara kemiskinan dan pariwisata. Kurang lebih tiga tahun tarakhir, ia gencar mencanangkan kepanjangan lain dari NTT  adalah New Tourism Territory.

“Jangan lagi kepanjangan NTT itu Nanti Tuhan Tolong, melainkan yang benar adalah New Tourism Territory. Pariwisata masuk dalam enam agenda prioritas Gubernur dan Wakil Gubernur NTT  2013-2018. Saya bertekad menjadikan NTT sebagai provinsi pariwisata,” ujar sosok yang 2018 ini akan mempurnakan dua periode masa kepemimpinannya, di depan sejumlah media yang meliput event tahunan Komodo Travel Mart di Kupang, Oktober 2017.

Ditemui di ruang kerjanya November lalu, Frans kembali menegaskan visinya dan mengajak seluruh warga NTT agar betul-betul sadar akan potensi wisata yang dimiliki.  Ia menyambut baik tersusunnya brand Enchanting Labuan Bajo dengan simbol seekor Komodo yang berdiri tegak. “Kabupaten lain jangan merasa iri dengan Labuan Bajo, sebab harus disadari bahwa Komodo memang yang paling mononjol dan harus menjadi ikon bagi kepariwisataan di NTT secara menyeluruh,” ujarnya.

Candaan serius yang berulang kali disampaikan Frans kepada publik adalah tentang hewan langka bernama Komodo yang habitat aslinya hanya ada di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, dua pulau yang berada di wilayah administratif Kabupaten Manggarai Barat. “Saking langkanya, Komodo hanya ada di sini, tidak ada di tempat lain, bahkan di akhirat pun tidak ada,” selorohnya.

Memang, Gubernur yang pernah meneteskan air mata saat ada remaja NTT sukses memenangi ajang pencarian bakat di sebuah televisi swasta ini, menggambarkan keindahan alam laut daerahnya dengan cara sendiri. Ia selalu mengajak siapa pun, dari negara mana pun, supaya mencoba diving menikmati keindahan alam bawah laut NTT.

Ia tambahkan dengan bumbu-bumbu, agar orang yang tidak bisa berenang jangan takut  untuk menyelam. “Untuk menyelam tidak perlu bisa berenang kan…? Hahaha… Bagaimana cara timbul lagi bukan urusan saya. Saya sendiri sebenarnya belum pernah menyelam, tapi belum pernah pun, saya sudah bisa menggambarkan betapa indahnya alam bawah laut yang NTT miliki,” ujarnya sumringah. (nad)

Baca: Secuil Surga Flores Yang Menakjubkan (Bagian Pertama)
Baca juga: Komodo, Waerebo, Enchanting Labuan Bajo (Bagian Ketiga)