Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Perindustrian memprioritaskan pengembangan industri kimia di dalam negeri agar semakin berdaya saing di kancah global. Salah satu upayanya melalui penyiapan sumber daya manusia yang kompeten sesuai kebutuhan dunia kerja saat ini.

“Langkah strategis tersebut sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Apalagi industri kimia merupakan satu dari lima sektor yang akan menjadi pionir dalam penerapan industri 4.0 di Tanah Air,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar di Jakarta, Senin (11/3).

Haris menyampaikan hal itu pada penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kemenperin dengan Asosiasi dan Industri Petrokimia tentang Pembangunan dan Penyelenggaraan Politeknik Industri Petrokimia di Banten. PKS ini diteken oleh Sekjen Kemenperin dengan 14 pihak yang mewakili asosiasi dan industri petrokimia.

Ke-14 stakeholder tersebut, meliputi Federasi Industri Kimia Indonesia, INAPLAS, PT Chandra Asri Petrochemical, PT Lotte Chemical Titan Nusantara, PT Nippon Shokubai Indonesia, PT Mitsubishi Chemical Indonesia, PT Polytama Propindo, dan PT Asahimas Chemical.

Selanjutnya, PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia, PT Trinseo Materials Indonesia, PT Petro Oxo Nusantara, PT Petrokimia Butadiene Indonesia, PT Cabot Indonesia, dan PT Pupuk Indonesia.

Haris menegaskan, Kemenperin bertekad untuk terus mendorong penumbuhan industri petrokimia melalui peningkatkan investasi, sehingga dapat mensubstitusi produk impor dan memacu nilai ekspor. Sasaran ini perlu ditopang penyiapan para tenaga kerja industri yang kompeten agar lebih produktif dan inovatif.

Pembangunan Politeknik Industri Petrokimia ini akan berdiri di atas lahan seluas dua hektare yang telah dihibahkan oleh PT Chandra Asri di Serang, Banten. Haris menyampaikan, politeknik ini merupakan milik bersama demi kemajuan industri petrokimia di Indonesia.

“Penyelenggaraan politeknik ini harus dilakukan secara bersama-sama antara Kemenperin dengan industri, mulai dari penyusunan kurikulum, rekrutmen calon mahasiswa, penyelenggaraan pendidikan, praktik kerja di Industri, hingga penempatan kerja lulusan pada perusahaan industri,” papar Haris.

Kurikulum pendidikan Politeknik Industri Petrokimia mengadopsi konsep pendidikan dual system melalui program Skill For Competitiveness (S4C) yang diadopsi dari Swiss. “Kami modifikasi dengan konsep 3-2-1, yakni 3 semester belajar di kampus, 2 semester magang di industri, dan semester terakhir kembali ke kampus untuk mengerjakan proyek inovasi terkait industri petrokimia,” ujarnya.

Adapun tiga program studi jenjang D3 yang akan dijalankan, sesuai kompetensi yang dibutuhkan saat ini. Program studi itu, teknologi proses industri petrokimia, teknologi mesin industri petrokimia, dan teknologi instrumentasi industri petrokimia.

“Kami akan mengutamakan pemberdayaan SDM lokal di sekitar perusahaan agar memenuhi syarat kompetensi sesuai kebutuhan industrinya. Artinya, calon mahasiswa dari masyarakat sekitar industri. Kemenperin juga akan memberikan beasiswa sampai lima tahun,” tuturnya.

Politeknik Industri Petrokimia akan dilengkapi dengan workshop dan laboratorium serta teaching factory dengan mesin dan peralatan yang sesuai dengan kondisi di Industri. Dengan begitu, pada saat praktik kerja di industri, mahasiswa telah memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dan lulusan yang dihasilkan benar-benar siap kerja.

Memberikan apresiasi

Sekjen Kemenperin memberikan apresiasi terhadap antusias industri petrokimia yang terlibat dan mendukung dalam pembangunan Politeknik Industri Petrokimia di Banten. Hal ini merupakan salah satu bentuk nyata dalam komitmen mendorong pengembangan dan peningkatan daya saing industri petrokimia di Indonesia.

“Politeknik Industri Petrokimia tidak hanya dimaksudkan sebagai penyedia tenaga kerja kompeten, tetapi fasilitasnya dapat dimanfaatkan untuk riset dan pengembangan industri petrokimia serta pelayanan kepada industri,” jelasnya.

Dalam perjanjian kerja sama, dituangkan tugas masing-masing pihak. Misalnya, tugas Kemenperin di antaranya menyiapkan kurikulum dan silabus, rekrutmen calon mahasiswa bersama industri, menyediakan anggaran penyelenggaraan pendidikan, dan menyediakan sarana prasarana kegiatan belajar mengajar.

Selanjutnya, mengkoordinasikan kegiatan magang dan praktik di industri, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan, fasilitasi penelitian pengembangan teknologi dan produk petrokimia, serta fasilitasi pelayanan kepada industri (jasa produksi, jasa pengujian dan sertifikasi kompetensi).

Sementara itu, membantu penyediaan tenaga pengajar. Sebanyak 50 persen tenaga pengajar akan berasal dari industri. Kemudian, menyediakan fasilitas pemagangan dan instruktur, menerima dan memfasilitasi untuk penempatan kerja lulusan, serta mengoptimalkan pemanfaatan teaching factorymini plant dan workshop agar bermanfaat bagi industri dan politeknik.

“Kami berharap setelah penandatanganan perjanjian kerja sama, segera ditindaklanjuti proses izin penyelenggaraan politeknik kepada Kementerian Ristekdikti sehingga dapat memulai operasional pendidikan pada tahun ini dan dalam tiga tahun ke depan telah dihasilkan tenaga-tenaga ahli bidang petrokimia yang akan memperkuat daya saing industri petrokimia nasional,” imbuhnya.

Haris menyebutkan, tiga fungsi utama Politeknik Industri Petrokimia, yakni pusat penyedia tenaga kerja industri petrokimia yang kompeten melalui berbagai macam pendidikan, baik melalui pendidikan formal D3 maupun D1 dan Diklat 3in1.

“Seperti politeknik yang sudah dibangun, baik di Solo, Kendal, dan Morowali, benar-benar dimanfaatkan oleh perusahaan industri dalam mendapat tenaga kerja yang kompeten sesuai kebutuhan industri masing-masing,” jelasnya.

Fungsi selanjutnya, sebagai pusat inovasi teknologi dan pengembangan produk. Rencananya, politeknik ini akan dilengkapi dengan mini plant atau pusat inovasi pengembangan industri 4.0, khususnya industri petrokimia.

“Yang ketiga, pusat pelayanan industri, baik bidang jasa, pengujian, dan sertifikasi. Kehadiran politeknik ini diupayakan untuk membantu perusahaan industri, untuk itu perlu dukungan perusahaan industri dalam perjanjian kerja sama,” paparnya.

Industri petrokimia turut memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Kemenperin mencatat pada tahun 2018, investasi di sektor industri kimia dan farmasi mencapai Rp 39,31 triliun. Selain itu, kelompok industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia menorehkan nilai ekspor sebesar USD 13,93 miliar. (mar)