Industri

Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah sedang menyiapkan insentif atau stimulus tambahan bagi sektor industri yang terdampak pandemi Covid-19. Langkah strategis ini guna membangkitkan kembali gairah pelaku usaha sehingga dapat mendorong roda perekonomian nasional tetap berjalan, namun dengan memperhatikan protokol kesehatan.

“Pemerintah saat ini secara intensif membahas berbagai insentif atau stimulus tambahan yang memang dibutuhkan oleh sektor industri supaya bisa bergeliat lagi,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (11/6).

Menperin menyebutkan, insentif tambahan itu di antaranya keringanan pembayaran atau subsidi listrik bagi industri yang terdampak pandemi Covid-19. Terkait hal itu, Menperin telah mengirimkan surat edaran kepada PLN.

Usulan tersebut berupa penghapusan biaya minimum untuk pemakaian 40 jam konsumsi listrik, termasuk bagi pelanggan industri premium yang menggunakan 233 jam konsumsi listrik. Kebijakan ini diusulkan untuk periode berlangganan 1 April-31 Desember 2020.

“Diharapkan industri bisa membayar sesuai dengan jumlah pemakaian penggunaan listrik. Jumlah stimulus yang dibutuhkan sebesar Rp 1,85 triliun selama sembilan bulan,” jelasnya.

Insentif lainnya adalah penundaan pembayaran 50% tagihan PLN selama enam bulan, mulai April sampai September 2020 dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan. Lalu diusulkan pula penghapusan denda keterlambatan pembayaran.

Selanjutnya, Menperin menyampaikan, pemerintah tengah mengkaji insentif berupa penghapusan PPN untuk bahan baku lokal tujuan ekspor, penangguhan pembayaran PPN selama 90 hari tanpa denda, serta pembebasan sementara angsuran PPh Pasal 25.

“Pemerintah bertekad ingin terus mempertahankan kinerja dan mendukung produktivitas dari pelaku industri, yang salah satunya melalui pemberian insentif pajak,” terangnya. Menurut Agus, produktivitas industri tersebut juga untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat di dalam negeri.

“Pemberian tambahan keringanan pajak bagi sektor industri akan melengkapi insentif lain yang telah dirilis sebelumnya oleh pemerintah,” imbuhnya. Insentif bagi pelaku industri yang sudah diluncurkan, antara lain pembebasan PPh Pasal 22 impor, angsuran 30% PPh Pasal 25, restitusi PPN dipercepat, serta insentif tambahan untuk perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan/atau kemudahan impor tujuan ekspor untuk penanganan pandemi Covid-19.

Menperin menambahkan, pihaknya juga telah mengusulkan restrukturisasi kredit dan stimulus modal kerja. Insentif ini akan diberikan dengan sejumlah kriteria, sepeti rekam jejak terhadap pajak dan cicilan kredit, memiliki prospek bisnis yang baik, penyerapan tenaga kerja, terdampak berat Covid-19, dan memaksimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri.

Berikutnya, berkaitan dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, poin yang diusulkan adalah penghapusan pembayaran minimum per kontrak, dan pembayaran sesuai dengan jumlah pemakaian.

“Dengan upaya-upaya tersebut tentu diharapkan industri dapat tetap tumbuh dan perekonomian nasional dapat terus dijaga pada tren positif,” tegas Menteri AGK.

Di samping itu, pemerintah berupaya mendorong konsumsi pasar domestik dengan peningkatan utilisasi melalui implementasi TKDN di kementerian dan lembaga serta BUMN. Selain itu, peningkatan utilisasi melalui peningkatan permintaan domestik.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyampaikan, untuk dapat kembali pulih, dunia usaha memerlukan stimulus modal kerja setidaknya berupa subsidi bunga menyesuaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), yang kini dipatok 4,5%, selama setahun. “Stimulus ini perlu diberikan untuk semua sektor usaha,” ujarnya.

Hariyadi mengungkapkan, dalam kalkulasi Apindo, sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) butuh anggaran Rp 283,1 triliun, industri makanan dan minuman sebesar Rp 200 triliun, industri alas kaki Rp 99 triliun, serta industri elektronika dan alat-alat listrik rumah tangga diproyeksi mencapai Rp 407 miliar. (mar)