Beras

Kastara.id, Jakarta – Indonesia hingga saat ini dinilai masih belum mampu mencapai target swasembada beberapa komoditas. Pemerintah pun diminta mencari cara untuk bisa mencapainya.

Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo meminta, pemerintah harus konsisten dalam mewujudkan swasembada pangan sebagaimana yang menjadi program Nawacita Presiden Jokowi.

Sebab memasuki tahun ke-4 pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, target swasembada pangan belum juga terwujud. Ini menurutnya terlihat dari beberapa kali importasi masih jadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

“Bagaimana mau swasembada kalau kebutuhan pangan saja kita masih impor,” kata Haryo dalam keterangannya (11/2).

Menurut Bambang, ada beberapa faktor yang membuat Indonesia belum juga mencapai swasembada. Salah satunya tidak adanya koordinasi antara Kementerian Pertanian dengan kementerian teknis lainnya.

Ia menyayangkan, sebagai negara yang sempat mendapatkan julukan lumbung beras Asia, Indonesia sekarang justru harus mengimpor pangan dari negara tetangga.

Menurut Bambang, untuk memperbaiki koordinasi antar kementerian membutuhkan campur tangan presiden. Salah satunya dengan mengevaluasi target swasembada beberapa komoditas pertanian di Indonesia.

Ia mengatakan, seharusnya negara ini mencontoh Belanda dalam mencukupi kebutuhan pangannya. Meski hanya memiliki luas lahan pertanian terbatas, nyatanya Belanda tidak memerlukan impor pangan.

Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika menambahkan, meski kesalahan ada di Kementerian Pertanian, tapi tanggung jawab tetap ada di presiden. Menurutnya, presiden mesti segera mengevaluasi kepemimpinan di Kementan.

“Kalau begitu berarti selama ini Kementan tidak betul-betul valid dalam menyampaikan data ke presiden. Presiden harus segera mengambil keputusan. Kalau keputusan impor itu kan sebenarnya sudah mencerminkan bagaimana sebetulnya presiden sudah melihat ada masalah dari sisi produksi,” tuturnya.

Kata Yeka, meski Presiden Jokowi sempat menegaskan agar jajarannya tidak mempermainkan perkara pangan, namun masih bisa dikatakan pemerintah belum serius mengatasi permasalahan pangan ini. Karenanya, hal yang harus diperlukan presiden adalah membuat keputusan politik dan jangan sampai tersandera dengan swasembada pangan yang selama ini digembar-gemborkan Kementan.

Seakan terlena dengan data Kementerian Pertanian yang selalu menunjukkan surplus produksi beras, menurut Yeka, presiden dibuat lengah dengan kenyataan bahwa stok beras yang tersedia di Bulog berada dalam kondisi kritis. Ketidakakuratan data dari Kementan membuat pemerintah kalang kabut untuk mengatasi kebutuhan beras yang saat ini belum tercukupi.

Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menjelaskan bahwa saat ini di Pasar Induk Cipinang yang sering dianggap sebagai barometer ketersediaan beras, per 8 Februari kemarin stok hanya tersedia 21.484 ton. Angka ini jauh di bawah ambang batas aman yakni setidaknya terdapat stok sebesar 30 ribu hingga 25 ribu ton.

“Satu-satunya data yang ada itu kan data dari Kementerian Pertanian dan kita tahu persislah data dari Kementerian Pertanian ini sangat tidak akurat. Nah siapa pun, presiden juga akan memutuskan berdasarkan data yang ada. Apalagi Kementerian Pertanian berkali-kali menyampaikan terjadi surplus beras,” tutur Andreas. (npm)