Kastara.ID, Jakarta – Terhitung sejak 9 Februari 2019, Malaysia tidak lagi mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor produk baja Hot Rolled Coil (HRC) asal Indonesia. Penghentian BMAD ini merupakan hasil dari tinjauan administrasi Ministry of International Trade
and Industry Malaysia (MITI) yang dimulai pada 14 Agustus 2018 silam.

“BMAD ini berlaku selama lima tahun yaitu dari Februari 2015—Februari 2020. Namun, pada perkembangannya industri dalam negeri Malaysia selaku pemohon BMAD mengalami masalah internal, sehingga menghentikan secara keseluruhan produksi HRC. Praktis sejak 2016 Malaysia
tidak lagi mampu memasok HRC ke pasar domestik,” ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan.

Oke mengapresiasi inisiatif PT Krakatau Steel, Tbk yang telah mengajukan peninjauan atas pengenaan BMAD HRC asal Indonesia. “Berhentinya operasional industri dalam negeri Malaysia yang memproduksi subyek BMAD menjadi dasar kuat mengajukan peninjauan kembali pengenaan BMAD,” jelasnya.

Selain itu, Oke juga mengapresiasi Pemerintah Malaysia yang telah menunjukkan sikap responsif dalam penyelenggaraan peninjauan. “Malaysia telah mematuhi peraturan perundang-undangan mereka sendiri. Penghentian operasional perusahaan baja Malaysia Megasteel telah mengubah kondisi pasar domestik dan BMAD menjadi tidak relevan lagi karena tidak ada industri dalam negeri
Malaysia yang memerlukan perlindungan,” ujarnya.

Sementara, Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati memberikan apresiasi atas komitmen Pemerintah Indonesia yang telah memberikan pendampingan Krakatau Steel dalam proses peninjauan ini. “Kami bersyukur dapat menuntaskan tugas pendampingan dan upaya pembelaan bersama hingga membuahkan hasil yang diinginkan. Diharapkan hal ini dapat memperbaiki kinerja ekspor Indonesia dan kondisi industri baja Indonesia itu sendiri,” imbuhnya.

Pengenaan BMAD oleh Malaysia atas produk HRC Indonesia telah mengganggu kinerja ekspor HRC Indonesia ke Malaysia. Sebelum pengenaan, pada tahun 2014 ekspor HRC ke Malaysia sempat
membukukan nilai sebesar USD 30 juta. Namun, ekspor tersebut turun menjadi USD 8,6 juta pada tahun pertama pengenaan. Bahkan, selama tiga kuartal pertama 2018 ekspor tersebut turun hingga sebesar USD 92 ribu.

Sementara itu, Pemerintah Australia tidak melanjutkan proses peninjauan kembali pengenaan BMAD sebesar 8,6—19 persen atas impor produk baja Hot Rolled Plate (HRP) asal Indonesia yang berlaku sejak 19 Desember 2013. Sesuai dengan ketentuan Anti Dumping Agreement, pengenaan
tindakan anti dumping hanya boleh berlaku paling lama lima tahun kecuali diperpanjang. Untuk itu, pengenaan BMAD tersebut telah berakhir pada 19 Desember 2018.

“Kami telah menelusuri situs resmi Otoritas Australia dan tidak menemukan langkah lebih jauh dari otoritas untuk memperpanjang BMAD setelah 19 Desember 2017 atau tepat setahun sebelum BMAD berakhir, sehingga sesuai ketentuan Anti Dumping Agreement, pengenaan BMAD tersebut berakhir pada 19 Desember 2018,” terang Pradnyawati.

Ekspor HRP ke Australia pada 2012 sebelum pengenaan BMAD tercatat sebesar USD 32 juta. Nilai ekspor tersebut terus turun hingga mencapai USD 1,2 juta pada periode Januari—September 2018.
“Diharapkan kedua penghentian BMAD oleh Malaysia dan Australia dapat dimanfaatkan para eksportir baja nasional untuk memulihkan kinerja ekspor yang terdampak akibat adanya BMAD selama beberapa tahun terakhir,” pungkas Pradnyawati. (mar)