Presidential Threshold

Kastara.ID, Jakarta – Kasus penyiraman air keras oleh orang tak dikenal, yang dialami penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Novel Baswedan, tepat dua tahun. Namun hingga kini belum menemui titik terang.

Menyikapi ini, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang dihubungi wartawan, Jumat (12/4), mengaku kecewa dan tak terima dengan sikap diam seribu bahasa yang ditunjukkan penguasa saat ini.

“Saya masih banyak kritik kepada KPK, tapi saya tidak terima ada orang dihancurkan lalu penguasa diam seribu bahasa,” cetusnya.

Ditegaskan Fahri, kalau apa yang dialami Novel Baswedan sampai mengalami cacat fisik, harusnya disikapi tegas oleh penguasa, dengan mengusutnya serius dan harus tuntas.

“Ini kejahatan yang tidak bisa diterima! Penguasa jangan diam,” tegas inisiator Gerakan Arfah Baru Indoesia (GARBI) itu.

Untuk diketahui, Kamis (11/4) kemarin genap dua tahun berlalu sejak teror yang dialami Novel Baswedan, tetapi perhatian dari para pejabat, petinggi kepolisian hingga Presiden Jokowi, nyatanya semu belaka. Perhatian itu tak diikuti langkah konkret penanganan kasus yang cepat dari kepolisian.

Sebelah mata Novel masih belum sepenuhnya melihat jelas. Pelaku teror pun masih berkeliaran bebas. Sementara tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang diminta Novel dan para aktivis antikorupsi semakin tak menentu rimbanya.

Namun Jokowi harus kembali menimbang serius sikap pasifnya terhadap aspirasi pembentukan TGPF. Ini karena momentum peringatan kasus Novel pada hari ini, hanya terpaut beberapa hari saja dengan hari pencoblosan Pemilu 2019, 17 April mendatang.

Bila terus bersikap pasif atas aspirasi tersebut, bukan tak mungkin para pemilih akan semakin meragukan komitmen Jokowi dan pemerintahannya dalam pemberantasan korupsi dan penguatan KPK. (danu)