Transjakarta

Kastara.ID, Jakarta — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mengkaji rencana pengaturan jam masuk kerja untuk mengurangi kemacetan di ibukota yang belakangan ini bertambah parah. Rencananya, pengaturan jam kerja dibagi menjadi dua sesi, yakni pukul 08.00 WIB dan 10.00 WIB. Namun, pengaturan jam masuk kerja dinilai tidak akan berdampak signifikan jika tidak dikombinasi dengan solusi utama kemacetan yaitu mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan terintegrasinya sistem dan jaringan transportasi multimoda.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, sebenarnya saat ini Jakarta sudah punya pondasi dan modal kuat mengurai kemacetan. Ini karena selama lima tahun terakhir, sudah terbangun sistem transportasi yang terintegrasi. Hanya saja, perlu ditingkatkan menjadi sistem transportasi antarmoda yang terintegrasi dengan Kereta Lingkar Jakarta dan sistem transportasi pelabuhan dan bandara.

Namun, tidak cukup hanya itu. Kualitasnya juga perlu harus terus ditingkatkan mulai dari penambahan jumlah armada dan rute, baik TransJakarta maupun Jak Lingko dan memastikan ketepatan waktu datangnya armada. Kemacetan juga bisa terurai signifikan jika kawasan Transit Oriented Development (TOD) seperti di Tanah Abang terus ditambah atau diperbanyak jumlahnya di wilayah lain di Jakarta.

“Soal rencana pengaturan jam masuk kerja, silakan dikaji dan diuji coba. Namun, kebijakan mengurai kemacetan harus komprehensif atau problem solving yaitu kombinasi berbagai kebijakan yang saling mengisi karena kemacetan persoalan kompleks. Selain membagi jam masuk kerja, kebijakan utamanya yaitu mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan  meningkatkan kualitas dan kuantitas sistem dan jaringan transportasi multimoda yang sudah ada saat harus cepat diimplementasikan. Bisa juga ditambah kebijakan dukungan, misalnya menerapkan pengaturan bekerja dari rumah dan kantor,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta kepada Kastara.ID (11/5).

Menurut Fahira, di kota megapolitan di manapun, persoalan transportasi setidaknya dihadapkan pada tiga masalah yaitu kapasitas jalan yang tidak sebanding dengan laju pertumbuhan kendaraan khususnya kendaraan pribadi, terbatasnya ketersediaan dan pelayanan angkutan umum, dan belum terintegrasinya sistem dan jaringan transportasi multimoda. Kombinasi ketiganya melahirkan lingkaran kemacetan yang tiada henti. Lingkaran ini harus diputus dengan kebijakan yang komprehensif.

“Selain untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti layanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dasar lainnya, APBD Jakarta juga harus ‘diinvestasikan’ untuk transportasi publik. Saat ini, yang penting dilakukan adalah menguatkan sistem transportasi yang sudah terbangun baik dengan memperluas daya jangkau transportasi hingga menjangkau seluruh warga, pengintegrasian sistem transportasi umum dengan pusat-pusat permukiman, pusat aktivitas publik dan moda transportasi publik dari luar Jakarta,” tukas Senator Jakarta ini. (dwi)