Oleh: Muhammad AS Hikam

Setelah ‘mbulet’ cukup lama, kini mulai ada titik terang dari PDIP soal pencalonan dalam Pilkada DKI Jakarta. Kemarin, Kamis (11/8), elit DPP PDIP mengumumkan kepada publik tentang adanya tiga opsi pengajuan calon dalam Pilkada DKI Jakarta. Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristianto, ketiga opsi tersebut adalah:

  1. PDIP masuk dalam barisan pendukung Ahok dengan mengajukan Djarot Syaiful Hidayat sebagai cawagubnya;
  2. PDIP mengajukan calon hasil penjaringanyang dilakukan terhadap enam calon yang ada; dan
  3. PDIP mengajukan calon kejutan alias baru sama sekali di luar kedua opsi 1 dan 2.

Hemat saya, dari ketiga opsi tersebut hanya satu yang punya probabilitas tinggi untuk menang, yaitu opsi pertama. Dan karenanya ini adalah opsi yang juga paling logis untuk diambil oleh partai berlambang Banteng tersebut. Pasalnya, setelah Risma menolak jadi calon gubernur, hanya Djarot Syaiful Hidayat sebagai cawabup Ahok yang merupakan pilihan kedua terbaik bagi PDIP. Inilah opsi paling aman serta tidak menguras terlalu banyak energi untuk pemenangan. Tambahan lagi secara politis opsi ini juga akan membantu menjamin dominasi PDIP dalam perpolitikan di ibukota serta memperkuat tandem Ahok dengan Presiden Jokowi.

Memilih opsi kedua sangat riskan bagi PDIP karena calon-calon yang telah dijaring tampaknya masih asor jika bersaing dalam hal elektabilitas dan popularitas dengan Ahok. PDIP bahkan meriskir kehilangan pengaruh dalam perpolitikan di DKI kendati punya kursi di DPRD paling besar. Jika Ahok berhasil menang, maka parpol-parpol pendukungnya (Golkar, Hanura, dan Nasdem) yang akan meraup keuntungan politik dalam konstelasi politik pasca Pikada di DKI Jakarta. PDIP akan terancam terdegradasi di dalam percaturan politik ibukota republik ini.

Opsi ketiga, adalah yang paling kecil untuk diambil PDIP, untuk tak mengatakan sebagai hil yang mustahal. Saya malah menganggap opsi itu hanya semacam sandiwara politik (political gimmick) PDIP yang tujuannya agar tak terlalu kehilangan muka di ranah publik. Secara riil, dalam kontestasi Pilkada DKI saat ini, semua calon potensial sejatinya telah beredar di ranah publik. Sehingga amat susah memunculkan calon yang bisa benar-benar bikin kejutan. Dan pada saat yang sama, juga punya kans memenangi Pilkada.

Apakah PDIP, misalnya, mau mengajukan Rizal Ramli sebagai ‘calon kejutan’? Saya rada pesimis, sebab sampai saat ini belum ada tanda-tanda dari mantan Menko Maritim tersebut bahwa beliau tertarik untuk ikut terjun dalam kompetisi di Pilkada DKI Jakarta. Lagi pula, setahu saya, Rizal Ramli rasanya bukan tipe orang yang akan mau menjadi “petugas partai.” Atau saya keliru?