kayu sengon dan jabon

Kastara.ID, Ho Chi Minh – Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) secara konsisten berupaya memacu kinerja ekspor Indonesia. Salah satunya dengan memaksimalkan produk potensial Indonesia yaitu hasil olahan kayu ringan seperti jenis sengon dan jabon melalui kegiatan pertukaran informasi dalam ajang Business Support Organization (BSO) Exchange dan Business To Business (B2B) Matchmaking di Ho Chi Minh City, Vietnam, pada 5—10 Maret 2019.

“Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemain ekspor utama dalam produk kayu ringan dari jenis sengon dan jabon yang inovatif ke pasar global. Melalui kegiatan ini, kami berupaya dan berkomitmen memfasilitasi para pelaku usaha kayu ringan agar dapat memperluas pasar ekspornya, khususnya ke Vietnam. Mengingat, meningkatnya kebutuhan Vietnam akan kayu ringan sebagai bahan baku industri furnitur dan pangsa ekspor kita yang masih relatif kecil ke negara ini,” ujar Direktur Pengembangan Ekspor Nasional Arlinda.

Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama dengan Indonesia Light Wood Association (ILWA) dan Swiss Import Promotion Programme (SIPPO) Indonesia. Kegiatan ini terdiri atas beberapa rangkaian di antaranya kunjungan ke pameran Vietnam International Furniture & Home Accesories (VIFA). Pada ajang VIFA kali ini, Indonesia diwakili oleh lima perusahaan furnitur. VIFA merupakan pameran furnitur terbesar di Vietnam yang diikuti sekitar 400 peserta dan dikunjungi sekitar 15 ribu orang dari berbagai negara.

Rangkaian kegiatan lainnya yaitu pertemuan antara mitra BSO, SIPPO Indonesia, dan SIPPO Vietnam. Kegiatan ini mempertemukan perusahaan Indonesia dengan anggota asosiasi Handicraft and Wood Industry Association (HAWA), Binh Duong Furniture Association (BIFA), dan Forest Product Association (FPA).

Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Marolop Nainggolan menambahkan, selama ini nilai tambah produk kayu ringan asal Indonesia masih didominasi China dan hanya sedikit yang yang diolah di Indonesia. Sebagian besar produk kayu ringan Indonesia diekspor ke China dalam bentuk setengah jadi. Setelah diolah, China mengekspor kembali produk kayu ringan ini ke negara lain seperti Amerika Serikat, dan negara-negara di kawasan Eropa, serta Vietnam.

“Kegiatan ini diperkirakan akan memberikan nilai tambah bagi sektor kayu ringan Indonesia untuk pasar produk inovasi kayu ringan sehingga dapat dinikmati para pelaku usaha kita,” tegas Marolop.

Di sela kegiatan tersebut telah dilakukan penandatanganan nota kerja sama (MoU) antara perusahaan Indonesia dengan HAWA dan BIFA. Sebanyak tujuh perusahaan eksportir kayu ringan Indonesia menandatangani MoU dengan 15 perusahaan anggota asosiasi tersebut. Diharapkan perusahaan Indonesia dapat memaksimalkan MoU ini, khususnya dalam memperkenalkan kayu ringan asli Indonesia sebagai pengganti bahan baku furnitur dan konstruksi yang selama ini memanfaatkan limbah kayu dari Chile dan Brasil.

Dari pertemuan tersebut telah membuahkan percobaan pesanan sebesar USD 5 juta. Indonesia merupakan produsen kayu ringan terbesar di dunia terutama untuk jenis sengon dan jabon. Berdasarkan data UN Comtrade, pada tahun 2017 nilai ekspor kayu ringan Indonesia ke China sebesar USD 244,46 juta, sementara nilai ekspor China ke Vietnam sebesar USD 181,31 juta. Pada tahun tersebut, nilai ekspor kayu ringan Indonesia ke Vietnam hanya sebesar USD 10,48 juta sehingga Indonesia masih memiliki potensi yang cukup besar untuk meningkatkan ekspor produk kayu ringan ke Vietnam.

Sementara itu, Konsulat Jenderal RI di Ho Chi Minh City Hanif Salim menyampaikan, pihak ILWA optimis dapat merebut pangsa ekspor dari China ke Vietnam, sekaligus mengembalikan kejayaan industri kayu Indonesia yang menurun beberapa tahun belakang ini. “Kemendag bersama perwakilan RI di Vietnam akan terus mengawal peningkatan ekspor produk kayu ringan Indonesia ke Vietnam,” terang Hanif.

Pihak Vietnam menyambut baik kerja sama dengan ILWA dan telah sepakat mengirimkan buyer anggota asosiasi pada acara Indonesian Lightwood Cooperation Forum (ILCF) pada November tahun ini. ILCF adalah acara tahunan yang diinisasi oleh Kemendag dan SIPPO Indonesia dan akan digelar setelah ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 selesai. Sehingga buyer Vietnam yang akan menghadiri TEI juga dapat mengunjungi kegiatan ILCF. Saat ini, sebanyak 20 buyer berminat hadir pada acara tersebut dan akan difasilitasi KJRI Ho Chi Minh City dan Atase Perdagangan Hanoi.

Indonesia merupakan salah satu negara terdepan di dunia sebagai produsen dan pengekspor kayu ringan. Selain itu, Indonesia juga kaya akan sumber bahan baku kayu ringan yang diminati negara-negara Eropa. Kayu ringan Indonesia seperti sengon dan jabon memiliki beberapa keunggulan dibandingkan produk dari negara pesaing dengan jenis acacia dan eucalyptus.

Di antaranya adalah Indonesia merupakan satu-satunya negara dengan sistem verifikasi legalitas kayu terbaik yang telah diterima oleh European Union Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (EU FLEGT). Hal ini membuat kayu ringan Indonesia lebih menarik bagi konsumen di negara kawasan Eropa dan Amerika Serikat.

Selanjutnya, industri kayu Indonesia telah berkembang dan tidak lagi mengambil kayu dari hutan alam. Industri kayu ringan Indonesia merupakan hasil perkebunan yang tidak merusak hutan. Selain itu, pohon sengon merupakan salah satu tanaman legum yang mampu menyerap emisi karbon dioksida dan menyalurkannya menjadi nitrogen dalam tanah. Keunggulan lainnya yaitu Indonesia telah memiliki perusahaan pelopor yang mampu memproduksi kayu ringan inovatif sehingga mampu mengangkat industri kayu ringan Indonesia. Hal ini diharapkan menjadi penggerak perusahaan kayu lainnya yang skalanya lebih kecil.

Selain itu, industri kayu ringan juga mendukung ekonomi kerakyatan. Dengan menanam kayu ringan seperti sengon dan jabon sebagai bentuk investasi, rumah tangga di pedesaan mendapatkan penghasilan tambahan karena kayu ringan ini dapat dikombinasikan dengan tanaman lainnya seperti palawija dengan cara tumpangsari. (mar)