Teknologi Digital

Kastara.ID, Jakarta – Peta jalan Making Indonesia 4.0 menjadi arah dan strategi yang jelas dalam upaya mengembangkan industri manufaktur nasional agar lebih berdaya saing global di era digital. Aspirasi besarnya adalah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

“Guna mencapai sasaran tersebut, salah satu program prioritas di dalam Making Indonesia 4.0, yakni meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) kita agar semakin kompeten, khususnya di sektor industri,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar di Jakarta (12/3).

Sekjen Kemenperin menyampaikan hal itu pada acara Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 yang bertajuk “Membangun Sumber Daya Manusia Menyongsong Era Industri 4.0: Memastikan Infrastruktur TIK, Industri Manufaktur, SDM Riset, dan Skema Dukungan Anggaran”. Turut hadir sebagai narasumber Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, dan Sekjen Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ainun Na’im.

Haris menegaskan, SDM terampil menjadi salah satu kunci utama dalam mendongkrak kemampuan industri, selain melalui investasi dan teknologi. Dalam hal ini, Indonesia memiliki modal besar dari ketersediaan SDM produktif karena sedang menikmati masa bonus demografi hingga tahun 2030.

Nah, SDM industri berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab tenaga kerja di sektor manufaktur menyumbang cukup besar dari total pekerja di Indonesia,” ungkapnya. Pada tahun 2018, tenaga kerja industri manufaktur berkontribusi sebesar 14,72 persen terhadap total tenaga kerja nasional.

Berdasarkan catatan Kemenperin, selama periode empat tahun terakhir, penyerapan tenaga kerja di sektor industri terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, industri membuka lapangan kerja sebanyak 15,54 juta orang, kemudian naik di tahun 2016 menjadi 15,97 juta orang.

Pada tahun 2017, sektor manufaktur menerima tenaga kerja hingga 17,56 juta orang dan melonjak di tahun 2018 menjadi 18,25 juta orang. Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4 persen dan ini diperkirakan bisa menambah lagi penyerapan tenaga kerjanya di tahun 2019 seiring dengan realisasi investasi dari sejumlah perusahaan.

Maka itu, SDM industri perlu didorong untuk memanfaatkan teknologi terkini agar dapat memacu produktivitas dan inovasi. Adapun lima teknologi digital sebagai fundamental dalam kesiapan memasuki era revolusi industri 4.0, di antaranya artificial intelligenceinternet of thingswearables (augmented realitydan virtual reality), advanced robotics, serta 3D printing.

“Jadi, dengan program Making Indonesia 4.0, kita menyiapkan SDM industri yang kompeten dengan teknologi digital sehingga kegiatan produksi semakin efisien, produktif, dan inovatif. Ini tentunya akan mendongkrak daya saing manufaktur kita di pasar domestik hingga global,” paparnya.

Empat strategi

Lebih lanjut, Haris menyebutkan, ada empat strategi yang akan dilakukan oleh Kemenperin untuk mendukung program pembangunan SDM industri kompeten khususnya di tahun 2019. Dengan alokasi anggaran sebesar Rp 1,78 triliun, strategi pertama adalah membangun pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi menuju dual system yang diadopsi dari Swiss dan Jerman.

Saat ini, Kemenperin memiliki 9 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), 10 politeknik, dan 2 akademi komunitas. Unit pendidikan vokasi ini sudah link and match dengan industri, sehingga semua lulusan terserap kerja dengan waktu maksimal enam bulan setelah wisuda.

Strategi kedua adalah pembangunan politeknik dan akademi komunitas di kawasan industri. “Kami telah membangun Akademi Komunitas Tekstil di Solo, Politeknik Industri Logam di kawasan industri Morowali, Akademi Komunitas Industri Manufaktur di Bantaeng, dan Politeknik Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kawasan Industri Kendal,” sebutnya.

Pada tahun ini, Kemenperin memfasilitasi pembangunan Politeknik Industri Petrokimia di Cilegon, Banten dan Politeknik Industri Agro di Lampung. Strategi ketiga, yaitu meluncurkan pendidikan vokasi link and match antara SMK dengan industri. Program yang dimulai sejak tahun 2017 ini telah menjangkau wilayah Jawa, Sumatera, hingga Sulawesi.

“Hingga tahap kesembilan, kami telah melibatkan sebanyak 2.350 SMK dan 899 perusahaan dengan total perjanjian kerja sama mencapai 4.351 yang telah ditandatangani. Program ini juga mendorong peningkatan kompetensi guru produktif dan fasilitasi silver expert untuk SMK,” tuturnya.

Strategi keempat, yakni pelaksanaan pelatihan industri berbasis kompetensi dengan sistem 3 in 1, yaitu pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja. Program ini dapat dimanfaatkan bagi para penyandang disabilitas.

“Melalui upaya Making Indonesia 4.0, kita akan merevitaslisasi sektor manufaktur dan diharapkan akan bisa meraih nilai net ekspor seperti tahun 2000 lalu, yakni mencapai angka 10 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), lalu meningkatkan produktivitas, dan membangun kemampuan inovasi lokal,” terangnya.

Berdasarkan Making Indonesia 4.0, lima sektor manufaktur yang diprioritaskan pengembangannya dalam memasuki era revolusi industri 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika. “Kelompok manufaktur ini mampu memberikan kontribusi sebesar 65 persen terhadap total ekspor, kemudian menyumbang 60 persen untuk PDB, dan 60 persen tenaga kerja industri ada di lima sektor tersebut,” ungkap Haris. (mar)