Masker

Oleh: Jaya Suprana

SEBELUM ketibaan pageblug Corona, masyarakat planet bumi sempat terpecah-belah menjadi empat kubu saling beda pendapat satu dengan lain-lainnya gegara apa yang disebut sebagai cadar.

Cadar
Kubu yang pertama pro cadar sebagai identitas busana umat agama tertentu. Kubu yang kedua kontra cadar sebagai identitas umat agama tertentu yang dikait-kaitkan dengan angkara murka terorisme. Kubu yang ketiga menganggap cadar bukan identitas umat beragama namun sekedar alat pelindung bagian mulut dan hidung manusia dari kemelut badai khamsin di kawasan gurun pasir Afrika Utara dan Semenanjung Arab. Kubu yang keempat tidak peduli urusan cadar sebab merasa masih banyak hal-hal lain lebih perlu dipedulikan ketimbang berdebat tentang cadar.

Perpecah-belahan pendapat memicu perbenturan pendapat bahkan kekerasan ragawi antar masyarakat, sehingga beberapa negara bahkan secara hukum eksplisit melarang penyandangan cadar di tempat umum dengan atau tanpa alasan, mulai dari yang masuk sampai yang tidak masuk akal yang menafsirkannya.

Corona
Setelah ketibaan pageblug Corona, secara lambat namun pasti akhirnya segenap polemik tentang cadar berhenti dengan sendirinya. Gegara terorisme Corona, umat manusia di planet bumi yang cuma satu dan satu-satunya ini sepakat bahwa menggunakan masker justru merupakan cara terbaik (yang sama sekali bebas prasangka SARA) untuk memutus mata rantai penularan virus Corona, yang sangat amat kecil mungil namun sangat amat ganas merusak kesehatan, bahkan membinasakan manusia.

Gegara terorisme Corona, cadar tidak perlu dibela maupun dilawan. Gegara terorisme Corona, umat manusia berhenti memecah-belah diri menjadi berkubu-kubu demi bersatu padu dalam mengenakan cadar, eh masker, agar berjaya melawan angkaramurka Corona. (*)

* Penulis adalah pembelajar keanekaragaman kebudayaan dan peradaban.