Bawaslu

Kastara.ID, Jakarta – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan terdapat dugaan politisasi pembagian bantuan sosial (bansos) terkait Covid-19, oleh pejawat kepala daerah di 23 kabupaten/kota menjelang Pilkada 2020.

Modus yang dimanfaatkan para kepala daerah itu dengan menempelkan gambar mereka dalam kemasan bansos.

“Antara lain terjadi di Kota Bengkulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Ogan Ilir, Lampung Timur, pesawaran, Bandar Lampung, Way Kanan, Lampung Selatan, Pandeglang, Pangandaran, Sumenep, Jember,” kata anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (13/5).

Ratna menilai, tindakan kepala daerah tersebut tidak etis karena kegiatan kemanusiaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020.

Seharusnya kepala daerah memastikan penyaluran bansos tepat sasaran, untuk masyarakat yang berhak dalam menghadapi pandemi Covid-19. “Ini tidak dibenarkan. Harusnya dalam membantu dengan atau atas nama kemanusiaan jangan sampai ada embel-embel terselubung di dalamnya,” urainya.

Ratna mengingatkan kepala daerah dalam memberikan bansos tidak disertai maksud dan tujuan tertentu.

“Saya ingatkan jika memberikan bansos kiranya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. Apalagi sudah ada instruksi langsung dari Presiden,” tuturnya.

Selain itu, ia menyampaikan tidak ada perubahan tentang kewenangan Bawaslu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pilkada. Perppu yang menjadi dasar hukum penundaan pemungutan suara Pilkada 2020 menjadi Desember 2020.

Dengan demikian, kata dia, secara konsep umum dan teknis maka Bawaslu tetap mengacu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sesuai Pasal 201 ayat 3. “Jadi seluruh hal yang berkaitan dengan tugas pengawasan dan penanganan pelanggaran, Bawaslu tetap mengacu pada UU 10 Tahun 2016,” tambahnya.

Sebelumnya Ketua Bawaslu RI Abhan mengungkap modus pemanfaatan pemberian bansos oleh kepala daerah terkait Covid-19 untuk kepentingan praktis Pilkada 2020. Setidaknya ada tiga tindakan pejawat kepala daerah yang berpotensi maju Pilkada dalam penyaluran bantuan. “Sudah terjadi, memang modusnya ada beberapa hal, soal bansos ini terkait dengan penanganan Covid,” ujar Abhan.

Pertama, bansos dibungkus atau dilabeli gambar kepala daerah. Kedua, bansos dibungkus yang diembeli-embeli dengan jargon-jargon atau simbol-simbol politik. Ketiga, pemberian bansos tidak mengatasnamakan pemerintah, tetapi atas nama langsung pribadinya.

Sedangkan anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, mengatakan dua kepala daerah, yaitu Bupati Klaten Sri Mulyani dan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi bahkan sudah diklarifikasi terkait dugaan politisasi bansos.

“Bupati Klaten, Wali Kota Semarang itu sedang diklarifikasi. Kami mengundang 20 orang diklarifikasi. Apakah bansos dilabeli label kepala daerah? Apakah dilabeli simbol politik apa bukan?” tegasnya.

Dia menyatakan, seorang pengawas pemilu di setiap persoalan akan melihat dugaan pelanggaran. Setelah melihat dugaan pelanggaran itu, kata dia, pihaknya akan mengkategorikan bentuk pelanggaran tersebut.

“Undang-undang pemilihan akan masuk Bawaslu. Bansos apakah melanggar undang-undang pemilihan, undang-undang korupsi atau Perppu,” tegasnya.

Sementara itu, KPU RI masih menunggu kepastian pemerintah terkait berakhirnya pandemi virus Corona (Covid-19). Upaya ini dilakukan untuk menentukan apakah pemungutan suara pemilihan kepala daerah (Pilkada) dapat digelar 9 Desember 2020.

Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, KPU RI tidak mempunyai kompetensi menentukan kapan berakhirnya pandemi virus tersebut. “Saya meyakini KPU tidak mempunyai kompetensi soal itu. Tentu secara kompetensi perlu ada penjelasan otoritas soal itu,” kata Raka Sandi.

Ia menegaskan, Pasal 201 A ayat 3 Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada, menyebutkan dalam hal pemungutan suara serentak tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam berakhir.

Dia menambahkan, suksesnya Pilkada tergantung dari kerja sama lembaga penyelenggara pemilu, pemilih, dan peserta pilkada. (ant)