Kastara.id, Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menegaskan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Organisasi Masyarakat (Ormas), manakala negara teracam, pemerintah dapat melakukan tindakan untuk kebaikan masyarakat dan keutuhan negara.

“Jadi, Perppu ini bukan untuk mengancam ormas Islam atau mendiskreditkan masyarakat muslim yang merupakan masyarakat terbesar,” kata Wiranto dalam diskusi media FMB9 bertajuk ‘Perppu Ormas untuk Menjamin Eksistensi dan NKRI’ yang berlangsung di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (13/7).

Disebutkan Wiranto, Perppu organisasi kemasyarakatan (ormas) bukan milik pemerintah semata. Melainkan milik seluruh rakyat Indonesia manakala negara teracam, pemerintah dapat melalukan tindakan untuk kebaikan masyarakat dan keutuhan negara.

Menurutnya, diterbitkan Perppu Ormas ini karena kondisi yang ada saat ini sudah masuk dalam kondisi sangat mendesak. Pasalnya, sudah ada ancaman terhadap ideoologi negara, ada langkah untuk mengganti ideologi negara dengan yang lain, ataupun mengganti nation state dengan yang lain. “Semua upaya tersebut bahkan sudah pula diungkapkan di publik. Jadi kalaiu kita alpa, bisa jadi kita terlambat,” ujarnya.

Di samping itu, lanjut Wiranto, diterbitkan Perpu tidak bermaksud menyudutkanbormas islam tapi justru membersihkan paham-paham yang tidak sesuai dengan ideologi pancasila. “Nanti ada peneletian yang dilakukan lembaga yang mengeluarkan izin yaitu Kementerian Hukum dan Ham. Kita ini menjaga agar kedepan ormas menjadi koridor yang benar,” kata Wiranto.

Wiranto mengakui ada kelemahan dalam UU 17/2013 tentang Ormas. Di UU itu tidak dapat melaksanakan penyelesaian permasalahan masyarakat atau tidak dapat mengejar dinamika perkembangan masyarakat. “Misalnya, pemahaman hukum yang menyangkut contrarius actus, di mana lembaga yang mendirikan ormas berhak mencabut ormas itu jika dianggap bertentangan,” ujarnya.

Selama ini, menurutnya, dalam aturan yang ada disebutkan bahwa ideologi yang mengancam Pancasila adalah marxisme, leninisme, dan komunisme. Tapi, dalam perkembangannya ancaman bukan hanya itu. “Jadi perlu ada penyesuaian aturan. Hanya saja, untuk membuat UU baru memerlukan waktu yang panjang,” katanya.

Ihwal tudingan Perppu Ormas mengebiri kebebasan dan tidak demokratis, Menko Polhukam kembali menegaskan, hal itu tidaklah benar. Pasalnya bila nanti ada ormas yang dibubarkan karena bertentangan dengan Pancasila, dia mengandaikan, haknya untuk menggugat lewat pengadilan dan MK tetap ada.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Dodi Riyadmadji mengungkapkan, penerbitan Perppu Ormas dilakukan karena ada dalam perjalanan aturan hukum terkait keormasan, ada hal yang menyita perhatian semua pihak. Yakni, di mana terkait pembinaan yang tidak seimbang terhadap ormas, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah.

“Jumlah ormas saat ini demikian banyak. Seiring itu kerap tercatat ada sejumlah kejadian, di antaranya yang terjadi di Marawi, perbatasan Sulawesi Utara. Namun, ada kesulitan untuk memberikan sanksi pada ormas terkait,” ujar Dodi.

Lantaran itulah, untuk mengantisipasi terjadinya masalah lebih serius terkait keberadaan ormas, Dodi mengatakan, pemerintah mengambil keputusan menerbitkan Perppu Ormas. Dan langkah tersebut, sambung dia, merupakan wujud upaya yang dilakukan tanpa dominasi dan juga bersifat konstitusional.

“Bila merujuk pada pasal 59-75 dalam UU Ormas yang mengatur tentang sanksi, diperlukan teguran pertama hingga ketiga, sebelum akhirnya diproses di MA. Itu sedikitnya, perlu waktu 6 bulan untuk akhirnya dapat memberi sanksi lantaran ormas tidak sesuai dengan ideologi negara. Jadi sangat menyita energi, mengingat ada 344.039 ormas di Indonesia. Itulah sebabnya perppu ini lahir,” kata Dodi. (npm)