Kotak Kosong

Kastara.ID, Jakarta – Direktur Eksekutif Pusat Sosial dan Politik Indonesia (Puspolindo) Dian Cahyani menilai pelaksanaan demokrasi di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalami kemerosotan. Hal ini terlihat dari banyaknya calon tunggal pada gelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak, Desember 2020 mendatang.

Saat memberikan keterangan, Kamis (13/8), Dian menyebut setidaknya pilkada di 31 daerah berpotensi diikuti calon tunggal. Salah satunya di Kota Surakarta, Jawa Tengah, yang diikuti putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Dian mengatakan, telah terjadi kegagalan di internal partai mencetak figur yang berani maju dalam Pilkada.

Dian menambahkan, dampak dari munculnya calon tunggal, pilkada menjadi tidak kompetitif. Hal ini akan membuat masyarakat menjadi apatis, apalagi jika calon tunggal bakal diadu melawan kotak kosong. Diperlukan strategi yang lebih baik bagi partai agar masyarakat tidak apatis dan tidak menjatuhkan pilihan kepada kotak kosong.

Sejatinya menurut Dian, melawan kotak kosong lebih berat dibanding berhadapan dengan figur atau calon. Dian mencontohkan yang terjadi di Pilkada Kota Makassar 2018 lalu. Saat itu kotak kosong justru unggul dan mengalahkan calon tunggal.

Munculnya calon tunggal juga tak lepas dari adanya syarat ambang batas 20 persen dalam UU Pilkada. Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada menyebutkan bahwa Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD, atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Jika syarat ambang batas 20 persen ditiadakan dipastikan bakal memunculkan banyak pasangan calon. Hal ini menghindarkan munculnya calon tunggal. Itulah sebabnya menurut Dian, syarat ambang batas sebaiknya dihapus atau setidaknya diturunkan menjadi 10 atau lima persen saja. (ant)