RUU

Kastara.id, Jakarta – Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar rapat gabungan (ragab) dengan pimpinan Komite I di Ruang Rapat PPUU DPD RI, Gedung B lantai 3, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/9).

Saat membuka rapat, Gede Pasek menerangkan bahwa terdapat dua agenda yang perlu dibahas dan disepakati bersama yaitu dalam rangka harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi terhadap RUU Pemerintahan Daerah Kepulauan dan RUU tentang Etika Penyelenggaraan Negara.

“RUU yang kami hadirkan sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi DPD RI melalui Komite 1 terhadap berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di wilayah kepulauan, dengan catatan wilayah-wilayah kepulauan yang masih tertinggal dari berbagai aspek,“ ujar Wakil Ketua Komite I Benny Rhamdani.

Senator asal Sulawesi Selatan Ajiep Padindang mengusulkan perlunya mendorong RUU Otsus (Otonomi Khusus) Pengelolaan Daerah Kepulauan dan terkait judul, Ajiep menyarankan untuk mengubah menjadi RUU Daerah Kepulauan.

“Terkait usulan Pak Ajiep mengenai judul yaitu RUU tentang Daerah Kepulauan saya rasa dapat dipakai karena lebih soft, simple, dan mencakup semua,” kata Gede Pasek yang kemudian disepakati oleh semua anggota rapat.

Adapun mengenai Bab 1 Ketentuan Umum, dan Pasal 6 ayat (1) huruf b dan Pasal 7 ayat (1) huruf b, disepakati bahwa kata “pertahanan dan keamanan” ditiadakan karena secara konseptual akan memunculkan pemahaman yang bertentangan dengan geopolitik NKRI dan menurut UU No. 23 Tahun 2004 tentang Pemda, konteks tersebut merupakan urusan pemerintahan absolut dari pemerintah pusat.

Terkait bahasan kedua yaitu RUU Etika Penyelenggaraan Negara, anggota rapat lebih menekankan pembahasan terhadap perlu tidaknya pembentukan komite etik.

“Penyelenggara penegakan etika diserahkan kepada masing-masing lembaga penyelenggara negara. Adapun RUU ini hadir menjadi sebuah payung besar dalam rangka membentuk etika nasional dan etika kebangsaan,” ujar Ajiep Padindang.

Sementara itu, Muhammad Mawardi menganggap perlunya kehadiran RUU ini untuk menjadi pedoman dan dan komite etik perlu dibentuk untuk menjawab kemandulan komite etik intern dalam memutuskan benar atau salah dalam suatu pelanggaran.

“Komite etik perlu untuk memberikan keputusan yang adil agar komite etik intern benat-benar menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Adapun mengenai mekanisme pemilihan keanggotaan komite etik dipilih atas usulan DPR dan DPD sehingga pembentukannya representatif,” kata senator asal Kalimantan Tengah ini.

Di akhir rapat, Benny Rhamdani menegaskan bahwa pembentukan komite etik penting dan menjadi suatu kebutuhan tanpa melikuidasi komite etik intern. Hanya saja turunannya adalah sejauh mana yang menjadi urusan komite etik dan komite etik intern, dalam hal apa yang menjadi kewenangannya dan bagaimana membangun kesadaran dalam mengatur negara menjadi lebih baik. (npm)