Abdul Mu'ti

Kastara.ID, Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti membantah pihaknya menerima bantuan dari pemerintah China, seperti yang dilaporkan media asal New York, Amerika Serikat (AS), Wall Street Journal (WSJ). Terlebih bantuan yang bertujuan membungkam suara Muhammadiyah terkait kekerasan yang menimpa muslim Uighur di Xinjiang, China. Mu’ti menyatakan Muhammadiyah adalah organisasi independen yang ditak bisa didikte apalagi dikendalikan pihak lain, baik dalam negeri maupun asing.

Saat memberikan keterangan (12/12), Mu’ti menegaskan bahwa Muhammadiyah menentang keras penindasan yang dilakukan pemerintah China terhadap muslim Uighur. Selain itu organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan itu juga menentang keras pelanggaran hak asazi manusia (HAM) di negara mana pun seperti yang dialami warga Palestina, Rohingya, dan sebagainya.

Meski demikian, Mu’ti menyebut pihaknya tidak akan mencampuri urusan negara lain. Terlebih jika hal itu belum disertai bukti-bukti yang kuat. Muhammadiyah menurut Mu’ti hanya akan bersikap jika permasalahannya sudah jelas dan terang.

Bantahan serupa juga diungkapkan Kepala Hubungan Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaiddi yang menyebut tidak semua pemuka agama ikut tur ke Xinjiang mendukung pemerintah China. Muhyiddin menjelaskan, kunjungan yang dilaksanakan pada Februari 2019 itu berlangsung dalam pengawasan pemerintah China yang sangat ketat. Muhyiddin juga menyebut orang-orang Uighur yang sempat ditemuinya terlihat sangat ketakutan.

Muhyiddin menambahkan, acara kunjungan beberapa tokoh Islam Indonesia ke Xinjiang telah didesain oleh pemerintah China. Tujuannya untuk mencuci otak dan opini publik terkait tindakan kekerasan yang menimpa umat Islam Uighur. Meski demikian, Muhyiddin mengakui ada beberapa tokoh Islam Indonesia yang semula mengkritik pemerintah China justru berbalik membela.

Sementara itu mantan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi membantah tuduhan WSJ yang menyebut sejumlah ormas Islam menerima suap dari Pemerintah China. Ia menandaskan, sampai saat ini pendangannya terkait kekerasan yang dialami umat Islam Uighur tidak pernah berubah. Staf Khusus (Stafsus) Wakil Presiden ini mengakui kondisi muslim Uighur sangat memprihatinkan, terutama dalam hal kebebasan beribadah. (ant)