Ramadan

Oleh: Ihsan Faisal

DARI Abu Hurairah ra. Ia berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW bersabda saat datang bulan Ramadan: Sungguh telah datang pada kalian bulan yang penuh barokah, telah diwajibkan atas kalian untuk shaum, akan dibukakan pada bulan itu pintu-pintu surge dan ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu setan-setan. Pada bulan itu ada satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan, siapa orang yang diharamkan kebaikannya maka sungguh diharamkan.” (HR Ahmad, An-Nasai, Al-Baihaqi)

Bulan Ramadan 1442H telah tiba. Pertemuan dengan bulan Ramadan merupakan suatu kenikmatan dari Allah SWT yang tiada tara. Ada beberapa sikap yang ditampilkan oleh manusia ketika menghadapi puasa Ramadan. Sikap-sikap tersebut bisa diambil dari ibrah (pelajaran) yang terkandung dalam QS Al-Baqarah ; 183: “Wahai orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ada beberapa sikap yang harus dilakukan dalam rangka menyambut bulan Ramadan. Di antara sikap-sikap tersebut antara lain:

Pertama, berdoa pada Allah agar bisa memasuki bulan Ramadan dengan kondisi yang baik. Hal ini dibuktikan oleh Rasul SAW dan para sahabatnya, mereka sudah memanjatkan doa sejak bulan Rajab. Dalam salah satu haditsnya, Rasul berdoa: Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Syaban serta sampaikanlah kami untuk masuk bulan Ramadan. (HR Ahmad & Thabrani dari Anas bin Malik)

Selain itu, ada juga doa yang biasa dipanjatkan Rasul SAW: Ya Allah selamatkanlah diriku untuk (mengisi) bulan Ramadan, dan selamatkanlah bulan Ramadan untukku, dan selamatkan pula segala ibadahku sebagai ibadah yang diterima. (HR At-Tirmidzi)

Kedua, bersyukur atas nikmat Ramadan yang telah diberikan Allah SWT. Makna syukur ini merupakan bentuk ekspresi kegembiraan manusia ketika diberi kesempatan kembali oleh Allah untuk memanfaatkan momentum ibadah puasa Ramadan semaksimal mungkin. Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar menyebutkan bahwa jika seseorang diberi kebahagiaan, maka dia wajib untuk mensyukurinya.

Ketiga, bergembira dengan datangnya Ramadan. Sikap kegembiraan ini merupakan indikator keimanan seseorang. Sikap ini pula yang menunjukkan bahwa orang tersebut mengetahui dengan yakin segala yang terkandung dalam bulan Ramadan seperti keberkahan, dibukanya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dan sebagainya.

Keempat, merancang agenda kegiatan Ramadan. Perencanaan yang matang menunjukkan perhatian yang penuh terhadap bulan Ramadan sekaligus berusaha mengefektifkan waktu yang hanya sebentar (1 bulan) sehingga kualitas amal merupakan fokus utama. Rancangan kegiatan ini bisa berlaku untuk individu, keluarga, lingkungan kerja, tempat tinggal, dan sebagainya.

Kelima, menyiapkan ilmu seputar amalan-amalan Ramadan serta mendawahkannya. Setiap amalan tentu harus sesuai dengan landasan ilmunya. Kesesuaian hal tersebut akan menentukan diterimanya amal oleh yang menghendaki (Allah SWT). Dalam QS Al-Anbiya : 7 disebutkan: “Maka bertanyalah kalian kepada orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui.”

Keenam, menyambut Ramadan dengan berusaha meninggalkan perbuatan dosa dan amal buruk lainnya. Memang bisa dirasakan bahwa peluang seseorang untuk berbuat dosa di bulan Ramadan itu kecil. Tapi jangan dilupakan juga untuk bisa meninggalkan segala hal yang kurang bermanfaat (lagwun/lagha).

Ketujuh, menyambut Ramadan dengan semangat baru. Suasana baru akan dirasakan dan ditemukan pada bulan Ramadan bila dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya. Karena itu, dengan suasana Ramadan ini, sikap-sikap yang perlu ditingkatkan di antaranya taubat, amalan sunnah, silaturahim dengan keluarga, dan menebar kemanfaatan (khairunnas anfauhum linnaas..sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat di antara mereka).

Bulan Ramadan bagi umat Islam bermakna sebagai bulan kemenangan. Kemenangan yang dimaksud tentu dalam arti hakiki. Di antara argumen bulan kemenangan tersebut antara lain:

Pertama, kemenangan atas nafsu manusia. Shaum memiliki arti al-Imsak/al-Habsu yang berarti menahan. Sebagai contoh adalah menahan dari makan/minum di siang hari, itu berarti seorang yang shaum dia bisa memenangkan dirinya melawan nafsu. Makanan yang halal, istri/suami yang halal saja bisa ditahan, apalagi segala sesuatu yang sudah pasti ketidakhalalannya. Hanya permasalahannya, usaha menahan nafsu ini harus bersifat total.

Kedua, kemenangan atas setan. Bulan Ramadan identik dengan peningkatan amal ibadah. Hal ini menunjukkan grafik keimanan orang Islam pada bulan ini naik. Pengamalan ibadah yang intensif menunjukkan fenomena sebaliknya, dalam arti gangguan setan bisa dikalahkan. Perbuatan maksiat bisa dihindari dan dijauhkan oleh orang yang berpuasa. Apalagi kalau memperhatikan hadits di atas yang menyatakan bahwa pada saat bulan Ramadan setan-setan dibelenggu dan pintu neraka semuanya ditutup.

Ketiga, pahala akan dilipatgandakan. Ramadan juga dikenal dengan bulan penuh pelipatgandaan pahala dan berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Jika seseorang mengamalkan amalan sunnat, maka pahalanya akan disamakan dengan pahala wajib. Serta jika seseorang mengamalkan amalan wajib, maka pahalanya akan dilipatgandakan menjadi 10 kali bahkan 700 kali lipat.

Keempat, dosa-dosa akan diampuni. Sesuai dengan makna Ramadan (panas/terik/membakar), maka hakikatnya puasa Ramadan akan memberikan hikmah dibakarnya atau dihanguskannya dosa-dosa orang yang berpuasa. Janji Rasul SAW dalam beberapa haditsnya disebutkan bahwa Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan Iman dan mengharap ridha Allah, maka ia akan diampuni segala dosa-dosanya yang telah lewat. (HR Bukhari-Muslim) Dalam hadis lain yang serupa bentuk amalnya itu adalah melaksanakan qiyamu ramadhan, dan lain-lain.

Kelima, doa-doa orang yang puasa akan dikabulkan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dari Sahabat Abu Hurairah ra, Rasul SAW pernah menyatakan bahwa ada tiga golongan orang yang doanya mustajab, yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai berbuka, dan doanya orang yang dianiaya.

Keenam, adanya bonus Lailatul Qadr. Ibn Katsir berpendapat bahwa keutamaan  Lailatul Qadr kalau dikonversikan ke dalam usia manusia sama dengan 83 tahun 3 bulan. Artinya jika seseorang bisa beramal tepat pada malam tersebut, maka ia seolah telah beramal seukuran dengan amalan seseorang selama 1000 bulan. Subhanallah.

Ketujuh, mengejar level ketakwaan. Tujuan dari puasa hakikatnya adalah menggapai ketakwaan. Uniknya, ketika Allah menyatakan bahwa ketakwaan yang hendak dicapai oleh orang beriman dalam QS Al-Baqarah : 183, menggunakan bentuk fiil Mudhari yang bermakna lil istimraar (kontinuitas beramal). Pada akhirnya Allah menjajikan surga, keridhaan, kemuliaan hanya bagi orang-orang yang bertakwa.

Ramadan 1442H ini adalah tahun kedua ketika kita semua tengah diberikan cobaan berupa Pandemi Covid19, hal ini bisa mempengaruhi terhadap sebagian amal ibadah kita. Namun demikian, semangat Ramadan ini harus semakin meningkat, tetap menjalankan protokol kesehatan. Kita mengharapkan semoga Ramadan 1442H ini merupakan Ramadan yang terindah dan terbaik sepanjang hidup kita karena kita belum pasti akan bisa merasakan lagi ramadan-ramadan berikutnya. Tiga hal yang mesti diperhatikan adalah pra/qabla Ramadhan, in/‘inda Ramadhan, dan pasca/ba’da Ramadhan. Semoga kita semua bisa meraih derajat ketaqwaan pada Allah SWT. Amin. (*)

* ASN Kemenag.