KKP

Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap kembali melakukan pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) khususnya terkait dengan harga patokan ikan (HPI) dan produktivitas kapal penangkapan ikan yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 86 dan Nomor 87 Tahun 2021.

Konsep penangkapan ikan terukur dan tata cara penarikan sistem kontrak juga turut dibahas sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menyampaikan bahwa di samping HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan, terdapat dua rancangan peraturan yang tengah disusun, yaitu Rancangan PP tentang Penangkapan Ikan Terukur dan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Sistem Kontrak. Pembahasan melibatkan berbagai pihak baik internal KKP, pelaku usaha perikanan tangkap, nelayan tradisional, asosiasi perikanan, serta akademisi.

“Selain sistem kontrak dan penangkapan ikan terukur kita juga kembali bahas produktivitas kapal penangkapan ikan dan HPI yang sebelumnya telah dilakukan evaluasi berdasarkan data dan informasi terkait,” ujarnya dalam konferensi pers KKP, Kamis (14/10).

Pembahasan tersebut telah dilakukan melalui konsultasi publik yang digelar pada pagi ini secara daring dengan melibatkan stakeholders perikanan tangkap. Sebelumnya KKP juga telah menggelar pertemuan dengan pelaku usaha perikanan tangkap di beberapa tempat, yaitu Muara Baru, Cilacap, Pelabuhan Ratu, Mayangan, Cirebon, Belawan, Pemangkat, Bitung, dan Denpasar guna menjaring masukan masyarakat nelayan terkait pelaksanaan PP 85/2021. Berdasarkan masukan-masukan tersebut KKP tengah mengkaji kemungkinan penyesuaian atas HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan.

Selain membahas HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan, konsultasi publik pagi ini juga membahas tata cara penarikan sistem kontrak atas jenis PNBP yang berasal dari pemanfaaan sumber daya alam perikanan akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Muatan HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Peraturan pelaksana yang dibahas ini merupakan sebagian mandat PP 85/2021 yang dituangkan pada 8 (delapan) peraturan pelaksana terkait subsektor perikanan tangkap. Antara lain 3 Rancangan Peraturan Menteri dan 5 rancangan Keputusan Menteri.  Dari total 8 (delapan) peraturan telah selesai sebanyak 6 (enam) peraturan dan 2 (dua) peraturan dalam proses penyusunan

“Sementara aturan mengenai penangkapan ikan terukur akan kita dorong dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Ini akan menjadi payung hukum yang lebih kuat untuk pelaksanaan di lapangan nanti,” ujar Zaini.

Beberapa materi muatan rancangan peraturan pemerintah terkait penangkapan ikan terukur antara lain pembagian daerah penangkapan ikan yaitu zona industri, zona nelayan lokal, dan zona pemijahan dan daerah bertelur (nursery and spawning grounds). Selain itu juga memuat ketentuan kerja sama sistem kontrak, terkait estimasi potensi, jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan, dan alokasi sumber daya ikan, alat penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, awak kapal perikanan dan suplai pasar domestik.

Ketua II Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra mengatakan hadirnya PP 85/2021 lebih bagus dari PP 75/2015 karena memberikan peluang besar terhadap keberpihakan perekonomian pelaku usaha. Meski demikian, perlu adanya pengkajian ulang pada Pasal 2 Ayat 6 terkait  produktivitas kapal penangkapan ikan dan Ayat 7 mengenai harga patokan ikan.

“Ini perlu dipertimbangkan kembali dan duduk bersama, khususnya pada perikanan tuna karena harga tuna dibagi menjadi beberapa grade dan yang menentukan adalah negara pengimpor. Bisa jadi sebelum impor kita sudah menentukan grade A, tapi waktu cek di sana terjadi penurunan grade. Selain itu, kami telah coba menghitung PHP sesuai apa yang diterbitkan KKP. Kalau mepet sedikit ya kami jalankan,” katanya.

Sementara Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto menegaskan, evaluasi harga patokan ikan dan produktivitas kapal penangkapan ikan merupakan wujud keterbukaan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono atas aspirasi yang disampaikan masyarakat perikanan selama ini.

“Ini bukti bahwa Pak Menteri mendengar aspirasi masyarakat. Tapi harus diingat bahwa semangat hadirnya aturan yang dibuat adalah untuk menjaga sumber daya alam perikanan kita berkelanjutan. Aturan ini juga wujud keadilan bagi semua pihak, antara negara dan masyarakat yang selama ini memanfaatkan sumber daya alam perikanan yang ada,” tegas Doni.

Doni meminta pelaku usaha perikanan bersikap fair bila nantinya sudah ada perubahan harga patokan ikan sebagai acuan penarikan PNBP subsektor perikanan tangkap. HPI baru merupakan win-win solution karena penetapannya pun melibatkan banyak pihak. Untuk itu, dia berharap masyarakat perikanan memanfaatkan secara optimal konsultasi publik yang digelar KKP hari ini, sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat maupun saran kepada pembuat kebijakan.

“HPI sebelumnya ditetapkan 10 tahun lalu. Sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang, karena ada yang under value bahkan ada beberapa yang tidak fair, tidak hanya bagi pelaku usaha tapi juga negara. Nah angka ini yang dicari titik temunya. Maka dari itu, saluran komunikasi ini harus dimanfaatkan dengan optimal,” pungkasnya. (ant)