TKA

Kastara.id, Kendari – Panitia Khusus Tenaga Kerja Asing (Pansus TKA) DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sulawesi Tenggara. Kunjungan kerja tersebut dilatarbelakangi adanya isu mengenai banyaknya tenaga kerja dari Tiongkok di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Sulawesi Tenggara.

Dalam Rapat Kerja Daerah dengan Imigrasi Kelas I Kendari dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tenggara (13/12), Ketua Pansus TKA DPD RI Fahira Idris menjelaskan bahwa faktor yang ditengarai menjadi penyebab maraknya TKA di Indonesia selain kebijakan investasi, juga karena diberlakukannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan. Bebas visa kunjungan tiga puluh hari tersebut berlaku bagi 169 negara yang bertujuan untuk peningkatan perekonomian melalui wisatawan asing yang datang ke Indonesia.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Agustus 2017 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 9,25 juta kunjungan. Angka tersebut naik 25,68 persen dibanding jumlah kunjungan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 7,36 juta kunjungan.

“Fakta tersebut membuktikan bahwa belum terjadi kenaikan yang signifikan terhadap jumlah wisatawan asing, setelah kebijakan bebas visa kunjungan diberlakukan, jika dibandingkan dengan target dua puluh juta wisatawan asing yang diharapkan masuk ke Indonesia pada tahun 2019,“ ucap Senator dari DKI Jakarta tersebut.

Adanya perusahaan di daerah yang justru menggunakan TKA dibandingkan tenaga kerja lokal dianggap Fahira tidak sesuai dengan konsep pembangunan daerah melalui investasi. Harusnya sebuah perusahaan di daerah mampu membuat lapangan kerja untuk masyarakat di daerah, bukan malah mengambil tenaga kerja dari luar negeri. Menurutnya banyak temuan di perusahaan-perusahaan di daerah memperkerjakan TKA di semua sektor pekerjaan, termasuk untuk pekerjaan buruh.

“Kondisi ini justru tidak menguntungkan daerah. Harusnya adanya investasi berupa perusahaan di daerah dapat mengambil tenaga kerja dari lokal. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan payung hukum yang kuat dalam mengatur keberadaan tenaga kerja asing. Payung hukum tersebut dapat digunakan untuk melindungi masyarakat di daerah,” tegasnya.

Senator dari Sulawesi Tengah Nurmawati Bantilan berpendapat bahwa saat ini daerah memerlukan aturan hukum yang mengatur sebuah perusahaan untuk lebih mengutamakan penyerapan tenaga kerja lokal dibandingkan TKA. Aturan hukum berupa perda tersebut dapat diwujudkan jika setiap instansi terkait dapat saling bekerja sama terkait pengawasan penggunaan tenaga kerja di sebuah perusahaan di daerah.

“Saat ini belum ada aturan yang sinkron karena pola koordinasi transparansi antar sektor yang belum berjalan bersama, investasi ada di daerah tetapi yang diuntungkan bukan daerah,” ujarnya.

Senator dari Sumatera Utara Dedi Iskandar Batubara justru menganggap salah satu kelemahan atas pengawasan keberadaan tenaga kerja asing adalah karena perbedaan data dan informasi yang dimiliki oleh instansi terkait, seperti Imigrasi dan Dinas Tenaga Kerja. Seharusnya antar instansi mempunyai satu data yang dapat diakses bersama terkait pengawasan atas TKA.

“Pemaparan dan informasi yang berbeda antar instansi menunjukkan ada sesuatu yang salah. Seharusnya ini bisa sama antar instansi. Saya kira ini patut kita perbaiki. Kenapa muncul persepsi publik TKA membanjiri suatu wilayah karena data yang disajikan di setiap instansi ini berbeda-beda,” tandas Dedi.

Kunjungan kerja ini dihadiri oleh Senator Sulawesi Tenggara Yusran A. Silondae, Senator Lampung Andi Surya, Senator Jawa Barat Eni Sumarni, Senator Papua Barat Mamberop Y Rumakiek, Senator Kalimantan Selatan Habib Hamid Abdullah, dan Senator Sumatera Selatan Siska Marleni. Rapat kerja Pansus TKA DPD RI tersebut dilakukan bersama Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Kendari Adhar dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Sulawesi Tenggara Saemu Alwi. (npm)