PLTSa

Kastara.ID, Bukittinggi – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan, meskipun sampah bisa dijadikan sumber energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), namun isu utama dari penanganan sampah adalah lingkungan, yaitu bagaimana cara membersihkannya, bukan menjadikan sampah sebagai sumber energi listrik. Hal tersebut disampaikannya saat memberikan kuliah umum kepada civitas akademika Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat di Bukittinggi, Sumatera Barat, Jumat (15/3).

Ia menegaskan bahwa kota ataupun kabupaten yang memiliki sampah banyak, itu tidak berarti mereka memiliki aset yang besar, melainkan akan menjadi beban dalam penanganan sampah tersebut. “Sampah itu bukan aset, sampah itu beban dan harus dibersihkan,” tuturnya.

Lebih lanjut, Arcandra mengingatkan Pemerintah Daerah agar tidak menjadikan sampah sebagai energi utama untuk menghasilkan listrik, karena jika ditilik lebih dalam, nilai keekonomian sampah jika dijadikan sebagai sumber energi listrik tidak akan masuk.

Arcandra juga memaparkan bahwa pada tahun lalu Presiden telah meneken Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, dimana dalam peraturan tersebut ada 12 kota yang siap membangun PLTSa. Menurutnya, pembangunan PLTSa tersebut hanyalah bonus semata, karena tujuan utamanya adalah membersihkan kota dari sampah.

“Jadi 12 kota sudah ada Perpres waste to energy, yang saya ingat itu (kota) Jakarta, Surabaya, Bandung, Tangerang, Denpasar, dan lain sebagainya,” terangnya.

Jika Kota Bukittinggi ingin memiliki PLTSa lanjutnya, maka idealnya dalam sehari Kota Bukittinggi harus menghasilkan 500 ton sampah. Di mana sampah yang dihasilkan oleh Kota Bukittinggi hanya sekitar 100 ton saja.

“Warga Bukittinggi siap mau bikin sampah 500 ton? Tidak mau kan? Nah yang terpenting bersihnya, bukan listriknya,” tutup Arcandra. (rya)