Vaksinasi

Kastara.ID, Jakarta – Radio Republik Indonesia (RRI) dinilai sudah menjadi corong PKS dan FPI. Penilaian itu konon didasarkan hasil kajian dan media monitoring terhadap pemberitaan RRI.

Disebutkan, RRI lebih banyak memuat berita terkait PKS daripada fraksi lainnya. RRI juga banyak menyiarkan berita yang berisi berbagai komentar dari masyarakat atas pembubaran FPI.

Demikian disampaikan M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta, dalam kesempatan di Sabtu (15/5) pagi.

Menurut pria yang kerap disapa Jamil ini, temuan itu seyogyanya tidak serta merta dijadikan dasar untuk menghakimi RRI. “Untuk menyimpulkan RRI sebagai corong PKS dan FPI tentulah tidak cukup hanya mengacu pada jumlah berita yang disiarkan,” ungkapnya.

Jamil yang juga penulis buku Riset Kehumasan ini berpendapat, frekuensi berita PKS dan FPI yang tinggi, bisa saja karena pada periode tersebut banyak peristiwa dari dua lembaga itu yang memiliki nilai berita tinggi. Karena itu, wajar saja kalau RRI banyak menyiarkan PKS dan FPI.

“Sebagai media massa, RRI juga harus memperhatikan kaidah berita. Nilai berita, objektivitas, netralitas, dan berita seimbang (balance news) haruslah tetap menjadi acuan bagi RRI dalam membuat berita,” jelasnya.

Jadi, frekuensi pemberitaan yang tinggi tidak serta merta RRI langsung divonis sudah menjadi corong PKS dan FPI. Perlu dilihat lebih jauh, apakah arah pemberitaannya positif, netral, atau negatif terhadap PKS dan FPI?

“Sebagai media publik, RRI memang harus mengayomi semua elemen masyarakat. RRI harus mampu menjembatani semua elemen masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya,” papar Jamil, mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Aspirasinya bisa saja bernada memuji, mengkritik, atau netral. RRI yang dibiayai APBN haruslah mengakomodirnya.

“Karena itu, RRI tidak boleh seperti di zaman Orba, yang jelas-jelas menjadi corong pemerintah. Isi pemberitaannya hanya yang positif untuk memuji pemerintah,” imbuh pengajar Metode Penelitian Komunikasi ini.

Paradigma itu tentu sudah tidak sesuai di era reformasi. Di era ini, Jamil mengungkapkan bahwa media publik seperti RRI tidak diharamkan menyampaikan pemberitaan yang bernada kritik. Hal ini yang harusnya disadari pengelola RRI, pengambil kebijakan, dan pengamat.

Hal seperti itu umum dilakukan media publik di berbagai negara. BBC di Inggris, VOA di Amerika, dan ABC di Australia, merupakan media publik yang kerap mengkritik pemerintahnya.

“Jadi, janganlah karena RRI memuat banyak memuat PKS dan FPI pada periode tertentu, lantas disimpulkan sudah menjadi corong dua lembaga tersebut. Berpikir seperti ini sangat bias dan menyesatkan,” tandasnya.

Jamil berharap, biarkan RRI menjadi media publik yang sesungguhnya dengan tetap taat pada kaidah berita. Hanya dengan begitu RRI dapat menjelma menjadi media yang netral dan independen untuk melayani semua elemen masyarakat Indonesia. (jie)