Bintang Jasa

Oleh: Jaya Suprana

SUDAH terbiasa, pada setiap penganugerahan Bintang Jasa kepada para putra-putri terbaik Indonesia dalam rangka perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia selalu ada saja yang heboh mempermasalahkan bahwa si ini tidak layak memperoleh anugrah, atau kenapa si itu tidak memperoleh anugerah. Namun suasana belum pernah seheboh ketika Menkopolhukam memaklumatkan bahwa Fadli Zon dan Fahry Hamzah memperoleh anugerah Bintang Mahaputra Nararya.

Pasangan Kritikus
Fadli Zon dan Fahry Hamzah tak terpisahkan seperti Paul Newman dan Robert Redford dalam film Butch Cassidy & Sundance Kid dan The Sting. Duo politisi ini sangat popular akibat merupakan pasangan ganda kritikus yang konsisten dan konsekuen tak kenal lelah mengritik kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tepat.

Maka anugerah Bintang Jasa kepada dua tokoh garda depan pengritik pemerintah disambut antusias oleh mereka yang tidak puas atas kinerja pemerintah, namun sebaliknya disambut secara kecewa oleh mereka yang die hard tanpa kompromi fanatik pro pemerintah.

Ada pula yang sinis mempertanyakan apa jasa kedua tokoh kritikus pemerintah tersebut sehingga memperoleh penghargaaan dari pemerintah. Bahkan ada yang mengharapkan agar FZ dan FH menolak anugrah penghargaan dari pemerintah. Di alam demokrasi setiap insan warga berhak asasi memiliki pendapat maka wajar apabila terjadi polemik. Jika tidak ada benturan pro dan kontra justru layak dicurigai bahwa sebenarnya tidak ada demokrasi.

Tafsir
Bermunculan aneka ragam tafsir tentang anugerah Bintang Jasa Nararya kepada Fadli dan Fahry. Tanpa ingin melibatkan diri ke dalam kemelut pro-kontra, selama secara konsitusional tafsir belum dipaksakan harus seragam maka saya pribadi memberanikan diri untuk memiliki dua tafsir.

Tafsir pertama: kedua tokoh politik Indonesia era Reformasi tersebut memang secara konstitusional layak memperoleh anugerah penghargaan dari pemerintah Indonesia. Insya Allah, setelah memperoleh anugerah penghargaan pemerintah, FZ dan FH tetap konsekuen dan konsisten mengritik kebijakan pemerintah yang layak dikritik.

Tafsir kedua: tampaknya pemerintah memang sudah jenuh politik kebencian yang telah terbukti berhasil memecah-belah bangsa maka kini bersemangat mempersatukan bangsa dengan menganugerahkan penghargaan kepada para warga Indonesia yang memang layak memperoleh penghargaan tanpa pandang latar belakang SARA, sosial, ekonomi apalagi perbedaan paham politik.

Menghormati
Maka sebagai warga yang taat konstitusi, setulusnya  saya menghormati penganugerahan penghargaan Bintang Jasa pada tanggal 13 Agustus 2020 dalam rangka perayaan 75 tahun Indonesia merdeka telah diselenggarakan di Istana Kepresidenan RI diserahkan langsung oleh Presiden RI kepada para putra-putri terbaik Indonesia termasuk para dokter dan perawat yang gugur sebagai pahlawan kesehatan di gugus terdepan perang melawan angkara murka Covid-19. (*)

* Penulis pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.