Kastara.id, Jakarta – DPD RI terus melangkah dalam menuju amandemen Kelima UUD 1945, khususnya dalam penataan kewenangan DPD RI. DPD pun terus merapatkan barisan agar bersama-sama memperjuangkan kepentingan bangsa Indonesia.

“Dalam memperjuangkan kepentingan bangsa Indonesia, berarti kita membutuhkan kekompakan dan kerja keras yang solid antara pimpinan dan anggota DPD,” kata Ketua Badan Penguatan Kapasitas Kelembagaan (BPKK) John Pieris saat membuka Rapat Pleno Kelompok DPD di Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (15/9).

Senator asal Maluku menyampaikan progress report kegiatan Kelompok DPD RI dan penyampaian Lembaga Kajian MPR unsur DPD RI dalam Amandemen Kelima UUD 1945. Menurutnya, progres tersebut kurang lebih satu tahun berjalan telah bersinergi dengan BPKK DPD RI. “Dimana BPKK telah menetapkan tahun 2016 sebagai momentum yang paling tepat melakukan penataan sistem ketatanegaraan melalui amandemen, khususnya penataan kewenangan DPD,” ujar John.

John menambahkan, jika melewati 2016 rasanya akan mengalami tantangan yang lebih berat lagi. Karena pada tahun 2017-2019 akan ada serangkaian agenda politik nasional. “Tentunya itu sangat menguras energi bangsa dari Pilkada serentak, pemilihan Anggota DPR/DPD/DPRD hingga Presiden dan wakil presiden,” katanya.

Pada prinsipnya, sambung dia, Kelompok DPD RI mengajak elemen bangsa untuk menyempurnakan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan membuat tradisi yang bermatabat dalam menata kembali sistem ketatanegaraan yang jauh dari situasi yang diawali chaos atau huru-hara dan kegaduhan politik bahkan ekonomi. Jika penataan sistem penataan ketatanegaraan dilakukan secara harmonis maka diharapkan muncul pemikiran yang konstruktif. “Ini sekaligus mendekatkan dimana awal dibentuknya negara ini dalam alinea keempat UUD 1945,” ujar John.

Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad mengatakan, jika usulan DPD RI tidak masuk dalam amandemen, maka DPD RI tidak akan ikut dalam proses amandemen yang lain. “Kami tentunya akan menarik 132 suara kami dari usulan amandemen,” kata Farouk.

Menurut Farouk, pada dasarnya DPD RI bukan bicara soal suara tapi ada komponen bangsa yang menghabiskan triliunan rupiah untuk memilih wakil-wakilnya atau disebut dengan DPD RI. Kalau bicara suara terbanyak, DPD RI memang bukan menjadi suara terbanyak. “Jika nanti tetap berjalan tanpa DPD RI, maka legalitasnya akan kami serahkan pada para ahli pakar tata negara. Paling tidak legitimasinya tidak lagi mempunyai kekuatan politik. Karena DPD tidak akan mendukung,” ujar senator asal Nusa Tenggara Barat itu. (rya)