Kastara.id, Jakarta – Proses pemulangan jamaah haji Indonesia gelombang pertama akan berlangsung pada 17 September mendatang. Proses penimbangan barang bawaan jamaah (tas koper) dilakukan hari ini karena harus dilakukan 48 jam sebelum pemulangan.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil beserta jajarannya turun langsung ke sejumlah hotel yang melakukan penimbangan. Ada dua hotel yang didatangi, yaitu Nasamat Al Khair (101) yang menjadi tempat penimbangan jamaah asal kloter 1 Embarkasi Padang (PDG 001), dan Masaat Al Aseel Hotel (108) yang menjadi tempat penimbangan jamaah asal kloter 1 Embarkasi Medan (MES 001).

Menurut Abdul Djamil, dirinya sengaja turun langsung pada hari pertama penimbangan untuk memastikan barang bagasi jamaah sesuai dengan aturan, berat tidak boleh lebih dari 32 kg dan tidak membawa air (zamzam) di dalamnya. Pengawasan dilakukan secara lebih ketat mengingat tahun ini tidak ada lagi city check in di Madinatul Hujjaj yang memberi waktu bagi petugas haji untuk ikut memeriksa bagasi jamaah.

Jika pemeriksaan di pemondokan diperketat, Djamil berharap proses pemeriksaan bagasi di bandara berjalan lancar sehingga tidak mengganggu penerbangan. “Makanya semenjak di hotel kita lakukan cek terhadap beratnya bagasi jamaah yang tidak boleh melebihi 32 kg dan jangan sampai ada air yang dimasukkan di dalamnya. Ini yang harus kita cek dan ricek karena ini membahayakan penerbangan dan memang dilarang membawa air dimasukan dalam tas bagasi,” kata Abdul Djamil didampingi para pejabat eselon II Ditjen PHU usai monitoring di Hotel 101, Misfalah Makkah, Kamis (15/9).

Dari hasil pantauannya, Abdul Djamil mengaku mendapati beberapa tas dengan berat lebih dari 32 kg. Dia pun meminta agar tas-tas tersebut dibongkar sehingga beratnya bisa berkurang sesuai standar. “Kelebihan muatan harus dibongkar dan dikargokan oleh yang bersangkutan agar nanti lancar di bandara,” ujarnya.

Terkait temuan air zamzam, mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang ini mengaku belum menemukan. Menurutnya, proses sosialisasi memang sudah dilakukan sejak lama dan secara berjenjang, mulai dari ketua sektor, ketua kloter, sampai ke tingkat ketua rombongan dan ketua regu. Abdul Djamil berharap aturan soal air ini bisa dipahami dan ditaati jamaah.

“Kalau dibongkar di sini, tidak masalah. Tapi kalau dibongkar di bandara, maka itu akan menghambat dan yang dirugikan adalah jamaah sekalian. Kalau di bandara akan lebih akurat lagi karena masuk x-ray dan akan terlihat,” katanya.

Pantauan tim Media Center Haji (MCH) Kemenag di Hotel 101, jamaah umumnya sudah mematuhi aturan berat koper. Rata-rata timbangan koper mereka antara 25 32 kg saja. Namun demikian, masid didapati juga sejumlah tas jamaah dengan berat yang melebihi ketentuan; berkisar antara 33-48 kg. Atas hal ini, petugas timbang barang yang didampingi petugas sektor bersikap tegas, meminta agar bobot tas tersebut disesuaikan jika akan dibawa ke bandara.

Mulyono, jamaah haji asal Jombang yang tergabung dalam kloter 42 Emberkasi Surabaya mengaku kurang dengan batas maksimal berat koper 32 kg. Menurutnya, dia ingin membawa oleh-oleh yang cukup banyak buat keluarganya. Hanya, karena sudah ada ketentuan itu, maka dia memilih untuk mengirimkan sebagian barangnya melalui kargo.

Mulyono juga sudah tahu kalau setiap jamaah haji akan mendapatkan air zamzam sebanyak lima liter setibanya di Tanah Air. Dia mengaku kurang dengan jatah itu karena umumnya tetangga di Indonesia berharap mendapatkan oleh-oleh air zamzam. Hanya, dia juga tahu dengan bahaya membawa air dalam penerbangan sehingga hal itu tidak akan dia lakukan. (npm)