IMEI

Kastara.id, Jakarta – Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Hasan Aula menyatakan, peredaran ponsel ilegal bisa hilang apabila ada kontrol IMEI dari pemerintah, langkah strategis tersebut dinilai perlu dilakukan, di samping upaya pemusnahan ponsel ilegal.

“Tentu, yang ilegal akan mengganggu produksi dalam negeri. Jadi, kami sangat senang dengan upaya yang dilakukan pemerintah saat ini. Ke depan, kami berharap, pemerintah konsisten melakukan kontrol IMEI ponsel,” kata Hasan sebagaimana keterangan Kemenperin, yang diterima, Jumat (16/2).

Dari hasil penindakan oleh pemerintah, berhasil diamankan 12.144 unit ponsel berbagai merek dengan nilai perkiraan barang mencapai Rp 18,2 miliar dan potensi kerugian negara sekitar Rp 3,1 miliar. Ponsel ilegal ini berhasil dikumpulkan dari beberapa lokasi yang tersebar di Jakarta, Depok, dan Tangerang.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin mengatakan, pihaknya akan terus mendukung upaya peningkatan pelayanan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku industri di Indonesia. Salah satunya mendukung Program Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT) dan Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT).

“Pemerintah berkomitmen secara sinergi untuk meningkatkan peringkat Indonesia dalam Ease of Doing Business (EODB), peningkatan peringkat Logistics Performace Index (LPI), dan upaya penurunan dwelling time,” ujarnya.

Di samping itu, peningkatan pasokan bahan baku dari produksi industri dalam negeri, yang sebelumnya dilakukan melalui impor. Berdasarkan laporan e-Marketer, pengguna ponsel di Indonesia akan tumbuh dari 55 juta orang pada tahun 2015 menjadi 92 juta orang tahun 2019. Sedangkan, merujuk data Gesellschaft fur Konsumforschung (GfK), pada tahun 2015 penjualan ponsel di Indonesia mencapai 32,14 juta unit dan meningkat sebesar 2,9 persen atau menjadi 33,07 juta unit tahun 2016.

Nilai penjualan ponsel terjadi peningkatan sebesar 11,3 persen pada tahun 2016, di mana nilai penjualan tahun 2015 sebesar Rp 62 triliun menjadi Rp 69 triliun tahun 2016. (mar)