Oleh: Muhammad AS Hikam

Pasca pemberhentian Archandra Tahar sebagai menteri ESDM, pertanyaan yang segera muncul adalah:

1) Apakah Presiden Jokowi akan mengangkat menteri baru, dan kalau ya, berapa lama?;

2) Atau apakah Plt Menteri ESDM, Luhut B. Panjaitan yang juga Menko Maritim, akan menggantikannya sebagai Menteri ESDM permanen?

Jawaban atas dua pertanyaan ini sangat penting karena akan memiliki dampak politik dan ekonomi, serta kepercayaan pasar yang signifikan.

Pemilihan dan pengangkatan Archandra Tahar sebagai Menteri ESDM menggantikan Sudirman Said, tak lepas dari pertikaian internal di lingkaran dalam Istana, termasuk peran figur-figur seperti Luhut B. Panjaitan, Jusuf Kalla, Surya Paloh, dan Megawati.

Pergunjingan di ruang publik juga kencang dengan spekulasi bahwa munculnya nama Archandra Tahar memiliki kaitan erat dengan kisruh Blok Masela, khususnya pertikaian antara Rizal Ramli yang waktu itu Menko Maritim, dengan Sudirman Said mengenai pilihan membangun kilang “on shore” (daratan) atau “off shore” (lepas pantai).

Archandra Tahar, konon, disodorkan kepada Presiden Jokowi karena memberikan masukan yang baik dan ekonomis serta efisien terkait dengan pilihan pertama itu. Dan semua tahu bahwa Sudirman Said lantas ‘kalah’ dalam masalah Masela, sementara Rizal Ramli berada di atas angin. Maka ketika Sudirman Said diganti, Archandra Tahar pun dianggap paling pas sebagai menteri karena kepiawaian beliau dalam masalah teknologi perminyakan.

Sayangnya Rizal Ramli lantas diganti, sehingga kita tidak tahu bagaimana pandangan dan kiprahnya dalam mengawal pembangunan Masela maupun kebijakan energi nasional. Luhut B. Panjaitan menggantikan Rizal Ramli, dan karena beliau juga sepaham dengan Archandra Tahar, maka kerjasama antara Menko dan sang Menteri ESDM baru itu diperkirakan akan sangat harmonis.

Celakanya, nasib sang Menteri kurang mujur, dan ketika masalah kewarganegaraannya disoal, beliau pun terpelanting keluar dari Kabinet.

Kementerian ESDM adalah portofolio yang sangat strategis, dan parpol-parpol tentu akan mengincar posisi tersebut. Khususnya PDIP dan partai pengusung Presiden Jokowi seperti Nasdem, serta partai pendukung seperti Golkar. Mereka tentunya menginginkan orang-orangnya yang mendapat posisi di sana. Dengan demikian desakan parpol terhadap Presiden Jokowi agar Menteri ESDM baru segera ditunjuk akan lebih kuat ketimbang membiarkan Luhut Panjaitan bercokol di sana.

Namun demikian bukan suatu hil yang mustahal juga apabila kompromi akan dilakukan yang hasilnya akan menjadikan Luhut B. Panjaitan sebagai Menteri ESDM yang permanen. Posisi Menko Maritim bisa saja diberikan kepada PDIP atau Nasdem, atau Golkar, atau bahkan di luar ketiganya.

Saya berpandangan bahwa semakin cepat Presiden Jokowi menunjuk Menteri ESDM yang permanen, akan semakin baik bagi stabilitas pemerintahan dan mengurangi potensi kegaduhan politik. Langkah cepat dan tegas Presiden dalam menyelesaikan kasus Archandra Tahar sudah mendapat dukungan politik yang luas dan juga reaksi positif dari pasar serta publik. Jangan sampai momentum yang baik itu terganggu lagi karena belum definitifnya Menteri ESDM pengganti Archadra Tahar.

Apakah Presiden Jokowi akan menetapkan Luhut B. Panjaitan atau mengganti dengan yang baru dari parpol atau bukan, saya kira itu adalah sepenuhnya prerogatif beliau.