Kastara.id, Jakarta – Masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi problem bangsa Indonesia. Berdasarkan laporan BPS, per Maret 2016 jumlah penduduk miskin Indonesia 2016 mencapai 27,9 juta jiwa. Sekitar 62,71% atau 17,5 juta jiwa penduduk miskin tersebut tinggal di perdesaan.

Dari jumlah tersebut, penduduk miskin desa terbanyak terdapat di Pulau Jawa (53,48%) dan Pulau Sumatera  (22,41%). Adapun tingkat kemiskinan di perdesaan tergolong fluktuatif setiap tahunnya. Pada Maret 2014, persentase penduduk miskin di perdesaan mencapai 62,82%, kemudian naik menjadi 63,18% per September 2014. Pada tahun 2015, persentase penduduk miskin perdesaan tercatat turun menjadi 62,75% (Maret) lalu naik tipis menjadi 62,76% (September).

Dilihat dari penyebarannya, penduduk miskin di perdesaan paling tinggi terdapat di Provinsi Papua (96,61%), Provinsi Nusa Tenggara Timur (91,05%), Provinsi Papua Barat (90,72%), Provinsi Gorontalo (88,15%), dan Provinsi Sulawesi Selatan (87,65%).

Berdasarkan analisis Pusat Kajian Keuangan Negara, pada medio September 2015 s/d Maret 2016, tercatat 22 Provinsi mampu mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan. Provinsi yang paling tinggi persentase penurunan kemiskinan desa adalah Sulawesi Tenggara, yaitu dari 288.250 jiwa menjadi 109.144 jiwa atau sebesar 54,79% dari total penduduk miskin di wilayahnya.

Disusul kemudian Provinsi Bali berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin desa sampai 12,23%, Provinsi Sulawesi Utara (8,35%), dan Provinsi Riau (6,83%). Adapun 18 Provinsi lainnya persentase pengurangan penduduk miskin desa di bawah 4%.

Sementara itu, terdapat 11 Provinsi yang bertambah jumlah penduduk miskin di perdesaan pada medio September 2015 s/d Maret 2016. Penambahan terbesar terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah (9,29%), Kepulauan Bangka Belitung (7,34%), Bengkulu (4,39%), serta Sulawesi Tengah (4,28%).

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara Adi Prasetyo mengatakan, penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan selama medio 2015 sampai dengan Maret 2016 sangatlah kecil, belum berimbang dengan semangat Nawacita Ketiga Presiden Joko Widodo.

“Penduduk miskin desa hanya turun 1,20% saja atau sekitar 336 ribu jiwa per Maret 2016. Ini tak sebanding dengan semangat membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa,” kata Prasetyo di Jakarta (15/8).

Prasetyo pesimis pemerintah mampu menurunkan tingkat kemiskinan sampai 7%-8% sesuai dengan RPJMN 2015-2019, jika pemerintah tidak mengubah strategi dan pola penanggulangan kemiskinan desa selama ini yang cenderung tidak tepat sasaran, tidak efektif, dan belum menjadi agenda prioritas semua pemangku kepentingan.

“Politik anggaran pemerintah memang berusaha didesain agar sesuai dengan Nawacita.Dari segi anggarannya juga sangat besar, dengan estimasi Kemenkeu total dana yang akan masuk ke desa sampai tahun 2019 sebesar Rp175.494,9 milyar atau rata-rata perdesa senilai Rp 2.368,6 juta. Dana ini akan mubazir apabila tidak didukung oleh stakaholder yang lain yaitu Pemerintah Daerah dan perbankan,” urainya.

Diketahui, berdasarkan data Kemenkeu pada tahun 2015, Dana Desa (DD) yang dialokasikan di APBNP sebesar Rp 20.766,2 miliar sehingga rata-rata DD perdesa Rp 280,3 juta.

Selain DD dana lain yang masuk ke desa adalah Alokasi Dana Desa sebesar Rp 32.666,4 miliar, bagi hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebesar Rp 2.091 miliar. Sehingga total dana yang masuk ke desa tahun 2015 adalah sebesar Rp 55.523,6 miliar atau rata-rata perdesa sebesar Rp 749,4 juta.

Tahun 2016, DD diperkirakan sebesar Rp 47.684,7 miliar sehingga rata-rata DD perdesa sebesar Rp 643,6 juta. ADD senilai Rp 37.564,4 miliar, bagi hasil PDRD Rp 2.412,4 miliar. Sehingga diperoleh total sebesar Rp 87.661,5 miliar dan rata-rata perdesa Rp 1.183,1 juta.

Tahun 2017, DD diperikaran senilai Rp 81.184,3 miliar sehingga rata-rata DD perdesa Rp1.095,7 juta. Tambahan dari ADD sebesar Rp 42.285,9 miliar, bagi hasil PDRD Rp 2.733,8 milyar, sehingga total dana yang ditransfer ke desa sebesar Rp 126.204,2 miliar dan rata-rata perdesa didapat Rp 1.703,3 juta.

Tahun 2018, DD yang dialokasikan dari APBN diperkirakan naik menjadi Rp 103.791,1 milyar dengan rata-rata DD perdesa Rp1.400,8 juta. Tambahan dana dari ADD sebesar Rp 55.939,8 miliar, bagi hasil PDRD Rp 3.055,3 miliar. Sehingga total dana yang didapat oleh Desa sebesar Rp 162.786,3 miliar atau rata-rata perdesa senilai Rp 2.197,1 juta.

Tahun 2019, DD diperkirakan meningkat lagi menjadi Rp 111.840,2 miliar sehingga rata-rata DD perdesa sebesar Rp 1.509,5 juta. Sedangkan tambahan dana lain yang masuk ke desa berupa ADD Rp 60.278,0 miliar, bagi hasil PDRD Rp3.376,7 miliar. Sehingga total dana yang akan masuk ke desa diperkirakan sebesar Rp 175.494,9 miliar atau rata-rata perdesa senilai Rp 2.368,6 juta.

Atas fenomena tersebut, Pusat Kajian Keuangan Negara merekomendasikan agar pemerintah dapat mereformulasi strategi penanggulangan kemiskinan, khususnya di desa agar sejalan dengan visi Nawacita.

Lebih lanjut Prasetyo mengatakan, penduduk miskin yang paling besar jumlahnya adalah yang bekerja pada subsektor tanaman pangan yakni 62.97 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian. Karena itulah pembangunan pertanian perlu menjadi perhatian semua kalangan.

“Dana desa itu dampaknya jangka panjang. Karena itu pemerintah perlu memberikan stimulus lain. Salah satunya seperti menugaskan BUMN dan BUMD agar fokus menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) ke sektor pertanian dan perkebunan. Kelompok-kelompok tani dikondolidasikan kembali agar dapat meningkatkan gairah penduduk desa,” ujarnya. (nad)