Bossas
Oleh: Jaya Suprana

SAYA mengagumi irama keroncong dan dangdut baik secara musikologis maupun antropososiologis. Di samping dua irama yang berakar di persada Nusantara itu, saya juga mengagumi irama bossa nova dengan sentuhan sinkopis lembut tiada dua yang dipelopori di bumi Brasil oleh Joao Gilberto.

Gaya Baru
Joao Gilberto meninggalkan dunia fana pada tanggal 6 Juli 2019 di kediamannya di Rio de Jainero, Brasil, setelah hidup sebatang kara sambil menderita penyakit berkepanjangan di masa usia senjanya.

Joao Gilberto dilahirkan di Bahia, Brasil pada tahun 1931. Sejak usia 18 mulai menyanyi secara profesional. Rekaman album Chega de Saudade pada tahun 1958 menghadirkan suatu irama baru campur-sari gaya teknik petik gitar unik ciptaan diri Gilberto sendiri dengan tradisional musik samba dan modern jazz. Gaya Gilberto disebut sebagai “bossa nova” alias “gaya baru” yang bahkan menjelajah ke luar dari khasanah musik merambah masuk ke berbagai ranah kebudayaan mulai dari adibusana, seni rupa, arsitektur, seni-tari, kuliner sampai filsafat Brasil.

Bossa Nova kemudian mendunia termasuk sampai ke Indonesia. Sanubari saya pribadi tak henti terpesona oleh irama bossa nova yang sama halnya dengan keroncong, dangdut, gondang, zapin, rumba, tango, salsa memang tidak ada duanya di alam semesta ini.

Mendunia
Pada tahun 1964, Joao Gilberto berduet dengan saksofonis Amerika Serikat, Stan Getz memasarkan jutaan album yang memperoleh penghargaan internasional termasuk Album of The Year dari US Grammy. Bossa Nova diciptakan Joao Gilberto pada zaman gelora optimisme kejayaan urban dan industrialisasi Brasil yang sedang membangun ekonomi dan ibu kota baru serta harapan masa depan nan gilang-gemilang. Lagu mahakarya Gilbreto berjudul “Quiet Nights” terkategorikan ke dalam musik abadi.

Sewajibnya UNESCO mengakui bossa nova sebagai warisan kebudayaan dunia. Menurut jurnalis musik terkemuka Brasil, Bernando Araujo, pengaruh jasa Joao Gilberto terhadap kebudayaan Brasil adalah “incalculable”.

Ketika mengantar Aylawati Sarwono berpose untuk fotografer Guillermo di pantai Ipanema bersebelahan Copacabana, Rio de Jainero, dengan latar-belakang bukit kerucut-gula nan tersohor itu, tidak terhindarkan suatu dampak kodrati terjadi di dalam telinga saya yaitu terngiang lagu abadi mahakarya Joao Gilberto “The Girl of Ipanema”. (*)

*Penulis adalah pembelajar pianis, komponis, pendidik serta seni-musik dunia