Kastara.id, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan mengenai Amnesti Pajak (tax amnesty) dalam rapat kerja pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2016 di Kantor Pusat BPK, Jakarta (16/9).

Pada awal paparannya, Menkeu menjelaskan mengenai kondisi ekonomi global saat ini yang masih belum pulih dari krisis ekonomi tahun 2008-2009. Bagi Indonesia, kata Menkeu, denyut ekonomi yang berubah ini langsung terlihat dalam struktur perekonomian, struktur usaha, dan berakibat pada penerimaan negara dari sisi perpajakan.

“Kita menyadari bahwa ini merupakan suatu akibat yang tidak bisa kita kontrol. Namun Indonesia adalah negara yang cukup besar, ekonominya cukup besar, dan populasinya cukup besar. Sehingga ketika kita menghadapi situasi seperti ini, seharusnya kita langsung fokus kepada sumber-sumber kegiatan ekonomi di dalam negeri untuk menciptakan daya tahan ekonomi,” ujarnya.

Namun demikian, lanjutnya, saat akan melakukan hal tersebut, Indonesia dihadapkan pada realita bahwa basis ekonomi kurang dalam dan luas. Hal ini dikarenakan banyak penerimaan negara yang tidak ditanamkan kembali ke Indonesia. “Banyak pengusaha lebih nyaman menaruh uangnya di luar negeri,” katanya.

Maka dari itu, untuk membangun suatu kepercayaan kembali, Menkeu mengajak seluruh elemen masyarakat untuk membuka lembaran baru dalam membangun Indonesia melalui Amnesti Pajak. “Ini adalah suatu mekanisme banyak negara dimana kita perlu membuka lembaran baru agar kemudian upaya membangun kepercayaan kembali bisa dimulai dengan terorganisir, sistematis, dan sama-sama menghormati niat baik,” ujarnya.

Pemerintah akan menghormati wajib pajak dan tidak akan mencari-cari kesalahan. Di sisi lain, wajib pajak juga harus menghormati peranan pemerintah. “Oleh karena itu kita membangun yang namanya tax amnesty, sebagai suatu kebijakan dalam rangka kita mampu menciptakan trust atau kepercayaan lagi, kita mampu membangun kembali basis ekonomi kita sehingga ekonomi Indonesia memiliki fondasi yang makin kuat,” katanya. (mar)