Korupsi

Oleh: Adam Setiawan
Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

Pasca diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini telah menimbulkan beberapa komentar dari beberapa tokoh, baik pro maupun kontra terhadap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Terlepas dari nuansa politik yang membalutnya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika ditelaah secara substansial Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018, telah menunjukan niat yang luhur dari pemerintah dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi.

Sebagaimana kita ketahui peran serta masyarakat merupakan suatu keniscayaan tatkala korupsi telah dianggap akut di bumi Indonesia. Bahkan korupsi telah menjangkit aparat penegak hukumnya sendiri seperti contoh kasus yang sensasional, keterlibatan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dan Akil Mochtar dalam kasus korupsi yang berbeda, telah merusak citra penegak hukum bahkan meruntuhkan persepsi publik mengenai Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang bebas dari korupsi.

Secara tegas asumsi Penulis bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018, telah menunjukan niat yang luhur dari pemerintah dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi. Niat luhur tersebut dapat dilihat dari kebijakan pemerintah yang tetap mengakomodir keterlibatan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemeberantasan tindak pidana korupsi. Walaupun ada beberapa catatan penting terkait substansi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018, di antaranya merujuk pada Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan tafsir gramatikal frasa Masyarakat “dapat” berperan mempunyai makna bisa dilakukan, bisa tidak dilakukan tentunya bersifat fakultatif dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan “sukarela”.

Hal ini bertolak belakang dengan spirit pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya. Pemerintah dalam hal ini seharusnya menyelipkan frasa “wajib” membantu dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa peran serta masyarakat merupakan suatu keniscayaan tatkala korupsi telah dianggap akut di bumi Indonesia.

Peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan perwujudan dari prinsip transparansi dalam negara demokrasi dan tentunya agar mewujudkan tujuan negara. Namun berdasarkan realitas di lapangan telah menunjukkan bahwa laporan, saran, atau kritik dari masyarakat tersebut sering tidak mendapatkan respons yang baik oleh pejabat yang berwenang. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan efektivitas pemberantasan tindak pidana korupsi, penegak hukum wajib untuk memeriksa informasi yang telah dimuat dalam laporan, lalu penegak hukum wajib memberikan jawaban atau keterangan atas laporan mengenai dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi yang diberikan oleh masyarakat.

Selain itu, dalam rangka mewujudkan efektivitas pemberantasan korupsi. Pemerintah harus memberikan motivasi yang tinggi kepada masyarakat, dengan cara memberi penghargaan kepada masyarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi berupa piagam atau premi. Peran serta masyarakat tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat terbebas dari perilaku koruptif. Di samping itu, dengan peran serta tersebut masyarakat akan lebih bergairah untuk melaksanakan kontrol sosial terhadap tindak pidana korupsi.

Selaras dengan hal tersebut Pemerintah telah mengakomodir bentuk penghargaan terhadap peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebagaimana Pasal Pasal 13 ayat l Masyarakat yang berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi diberikan penghargaan. Pasal 13 ayat 2 Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada :a. Masyarakat yang secara aktif, konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak pidana korupsi; atau b. Pelapor.

Berdasarkan substansi pasal Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018, terlihat tidak ada perbedaan yang secara signifikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000, yang menjadi pembeda adalah di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 menyebutkan nominal uang penghargaan dalam bentuk premi berdasarkan Pasal 17 Ayat (1) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 disepakati untuk memberikan penghargaan berupa premi, besaran premi diberikan sebesar 2% (dua permil) dari jumtah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara; ayat 2

Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); ayat 3 Dalam hal tindak pidana korupsi berupa suap, besaran premi diberikan sebesar 2% (dua persen) dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan; ayat 4 Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Adapun bunyi pasal yang disebutkan di atas telah membuka ruang dan memberi motivasi agar masyarakat dapat terlibat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penulis menaruh harapan yang besar bahwa kebijakan ini bukan merupakan sebagai alat legitimasi semata dari pemangku kekuasaan untuk mempertahankan kekuasaannya melainkan niat yang luhur dari pemerintah dalam mewujudkan efektivitas pemberantasan tindakan pidana korupsi. (*)